SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis berbeda terhadap sembilan terdakwa perkara korupsi ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo di luar peta area terdampak (PAT) yang diganti APBN Tahun 2013.
Kesembilan terdakwa yang terbagi menjadi empat berkas itu divonis berbeda tersebut merupakan tim verifikator yang terdiri dari pejabat ATR BPN, Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Sidoarjo, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Meski ada perbedaan terkait vonis hukuman pokok, namun untuk denda dan subsider kesembilan terdakwa itu divonis majelis hakim dengan hukuman yang sama, yaitu denda sebesar Rp 50 juta, subsider 2 bulan kurungan.
Kesembilan terdakwa yaitu Siswo Hariyono, Seno Prasetyo, Yudi Kartikawan, Syamsul Arifin, Slamet Priambodo, Khusnul Khuluk, Didik Bangun Restu Aji, Sunarto dan Hopyan. Untuk terdakwa Seno Prasetyo dan Siswo Hariyono.
Kedua terdakwa merupakan pegawai ATR BPN Sidoarjo. Dalam kasus tersebut, Seno dan Siswo adalah sekretaris dan anggota tim Penanganan Jual Beli Tanah dan Bangunan di Wilayah 65 RT, 3 Desa dan 9 RT Tahun Anggaran 2013. Seno Prasetyo divonis selama 1 tahun penjara. Sedangkan, Siswo Hariyono divonis 1 tahun dan 4 bulan penjara.
Sementara terdakwa Yudhi Kartikawan dan Samsul Arifin dalam perkara tersebut, menjabat Wakil Ketua tim verifikasi dan Syamsul Arifin, anggota tim. Keduanya merupakan tim verifikator dari Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Sidoarjo. Kini, Yudhi Kartikawan dan Samsul Arifin divonis 1 tahun penjara.
Sementara, terdakwa Didik Bangun Restu Aji, Sunarto dan Hopyan yang menjadi satu berkas divonis masing-masing selama 1 tahun dan 4 bulan penjara. Ketiga terdakwa itu merupakan ASN ATR BPN. Dalam kasus tersebut, ketiganya merupakan tim Penanganan Jual Beli Tanah dan Bangunan di Wilayah 65 RT, 3 Desa, dan 9 RT Tahun 2013.
Sedangkan terdakwa Slamet Priambodo dan Khusnul Khuluk divonis masing-masing 1 tahun penjara. Slamet Priambodo, mantan Kapokja Perlindungan dan Pemulihan Sosial Bapel BPLS. Sedangkan Khusnul Khuluk, mantan PPKom Kegiatan Penanganan Bidang Sosial Satker Penanggulangan Lumpur Lapindo di Lingkungan BAPEL BPLS Tahun Anggaran 2013.
Kesembilan terdakwa itu tim verifikasi dalam prosesnya tidak melakukan tugasnya sesuai dengan Pasal 21 Peraturan Kepala Badan Pelaksana BPLS Nomor: 034/ PRT/ P/ 2011 Tanggal 26 Oktober 2011.
Selain sembilan terdakwa itu, ada dua terdakwa lainya yang masih rangkian dari para terdakwa itu didili secara terpisah juga dijatuhi vonis berbeda. Total ada 11 terdakwa yang dijatuhi vonis dalam kasus tersebut.
Sementara dua terdakwa lainnya yaitu Abdul Haris, Kades Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin dan Maduha, Kepala TPQ Al Istiqomah Desa Gempolsari. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai A.A GD Agung Parnata itu menjatuhkan vonis selama 1 tahun dan 6 bulan penjara terhadap Abdul Haris, Kades Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo periode 2010-2016. Sedangkan Maduha divonis 1 tahun penjara.
Keduanya juga divonis hukuman membayar denda sebesar Rp 50 juta, subsider 2 bulan kurungan.
Dalam amar putusan mengungkap, Abdul Haris yang saat ini kembali menjabat Kades Gempolsari periode 2020-2026 itu terbukti bersalah melakukan korupsi saat menjabat Kades Gempolsari pada periode 2010-2016 terkait ganti rugi bagi korban lumpur Lapindo di luar peta area terdampak (PAT) yang diganti APBN Tahun 2013.
Abdul Haris bersama-sama dengan terdakwa Madhuka terbukti merekayasa lahan wakaf yang diberikan oleh pemilik awalnya yaitu, almarhum Umbaran kepada pihak Masjid Al Istiqomah.
Lahan tersebut untuk dipergunakan kepentingan umum yaitu tempat pembelajaran Al Quran dan dibangun sebuah TPQ yang berada di depan Masjid Al Istiqomah Desa Gempolsari.
Tanah dan bangunan TPQ Al Istiqomah seluas 170 meter persegi itu direkayasa dengan membuat surat pernyataan jual beli antara almarhum Umbaran kepada terdakwa Madhuka.
Atas lahan Persil 68 d I Nomor 482 tercantum dalam buku letter C Desa Gempolsari seluas 170 meter pada tanggal 5 Agustus 1997. Seolah-olah telah terjadi jual beli antara terdakwa Madhuka dengan Umbaran.
"Padahal saudara Umbaran telah meninggal dunia pada tahun 1995," jelasnya dengan didampingi dua hakim anggota adhoc, Fiktor Panjaitan dan Alex Cahyono, Jum'at (5/5/2023).
Sementara, terdakwa Abdul Haris, Kades Gempolsari saat itu menandatangani dan mengeluarkan beberapa surat yang digunakan untuk mengajukan permohonan pembayaran lahan terdampak Lumpur Sidoarjo terhadap lahan seluas 170 meter persegi tersebut untuk mendapat ganti rugi dari BPLS melalui APBN 2013.
Padahal secara pasti, terdakwa Abdul Haris mengetahui jika lahan tersebut bukan milik terdakwa Madhuka. Tak hanya sampai situ, menurut pertimbangan, setelah lahan 170 meter persegi itu di atasnamakan Madhuka dan diajukan pengukuran, ternyata ada perbedaan data antara luasan tanah dan bangunan yang diajukan terdakwa Madhuka dan Abdul Haris dengan kenyataan data fisik di lapangan yaitu seluas 367 meter persegi.
Di sini, terdapat perbedaan luas lahan sekitar 197 meter persegi yang tidak turut diajukan permohonan pembayaran oleh Madhuka. Ternyata, perbedaan luas tanah dan bangunan tersebut dikarenakan didalamnya terdapat Tanah Kas Desa Gempolsari yaitu Persil 68 d I Nomor 10 seluas 160 meter persegi yang posisinya berdampingan disebelah timur lahan Persil 68 d I Nomor 482.
Kesebelas terdakwa itu terbukti melanggar dalam dakwaan subsider, yaitu pasal 3, Jo Pasal 18 Undang Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 Ke 1 KUHP. Sementara, atas perbuatan kesebelas terdakwa itu negara mengalami kerugian negara sebesar Rp 536,5 juta.
Meski demikian, terkait kerugaian tersebut dalam pertimbangan majelis hakim diuraikan jika uang Rp 536,5 juta yang ditransferkan ke rekening milik Madhuka itu telah diambil dan dipergunakan untuk diserahkan kepada Ahmad Lukman (alm) Rp 50 juta. Kemudian, pembelihan tanah sebesar Rp. 201,8 juta dan diminta oleh Kepala Desa Gempolsari yang baru Syaroni Aliem sebesar Rp. 284,1 juta.
Sementara dalam perkara tersebut, Syaroni Aliem saat ini masih berstatus tersangka. Terkait vonis tersebut para terdakwa masih pikir-pikir untuk menentukan langkah banding atau tidak.
Sementara, Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo John Franky Yanafia Ariandi juga menuturkan demiian. "Kami masih pikir-pikir," ucapnya ketika dikonfirmasi iNewsSidoarjo.id
Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran iNewsSidoarjo.id, kesebelas terdakwa menjadi tahanan kota mulai sejak 11 Oktober 2022 hingga diperpanjang sampai 14 Mei 2023 mendatang.
Editor : Nanang Ichwan
Artikel Terkait