TEHERAN, iNewsSidoarjo.id – Zohreh Elahian menjadi wanita pertama yang mencalonkan diri sebagai Presiden Iran, setelah kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi bulan lalu.
Namun, pencalonan Zohreh Elahian tergantung pada keputusan Wilayatul Faqih, dewan ulama tertinggi Iran. Lalu, siapakah Zohreh Elahian? Zohreh Elahian (57) adalah seorang dokter dan mantan anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di parlemen.
Dia telah terpilih menjadi anggota parlemen dua kali dari kelompok konservatif. Seperti kelompok konservatif lainnya, Elahian mendukung aturan berhijab yang wajib.
Pada Maret lalu, Kanada memberlakukan sanksi terhadapnya karena mendukung hukuman mati bagi para pengunjuk rasa yang terlibat dalam gerakan "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan".
Pencalonannya muncul setelah pemerintah menerapkan kebijakan dan tindakan keras terhadap perempuan yang menentang aturan berhijab, dilansir dari iNewsPonorogo pada Senin (3/6/2024).
Iran International melaporkan bahwa dalam pidatonya setelah mendaftar, Elahian menyatakan moto: "Pemerintahan yang sehat, ekonomi yang sehat, masyarakat yang sehat." Dia juga berjanji untuk memberantas korupsi.
Pemilihan presiden mendadak di Iran akan dilakukan pada 28 Juni mendatang. Kualifikasi Elahian untuk mencalonkan diri bergantung pada interpretasi Wilayatul Faqih terhadap pasal kontroversial dalam Konstitusi.
Dewan tersebut secara historis telah mendiskualifikasi kandidat perempuan. Diskualifikasi ini didasarkan pada Pasal 115, yang menetapkan bahwa calon harus berasal dari kalangan politik atau agama dan merupakan "rijal" (jamak dari "rajul"), sebuah kata benda Arab yang berarti "laki-laki".
Namun, beberapa ahli konstitusi dan politisi mengartikan "rijal" sebagai "tokoh" atau "orang" tanpa memperhatikan gender, bukan hanya berarti "laki-laki". Azam Taleghani, seorang politisi perempuan dan jurnalis reformis veteran, mendaftar untuk mencalonkan diri dalam setiap pemilihan presiden dari tahun 1997 hingga kematiannya pada tahun 2019.
Meskipun dijuluki "feminis Islam", Taleghani selalu ditolak oleh Dewan Wali. Pada tahun 2009, Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang populer mengusulkan Elahian sebagai menteri kesejahteraan dan jaminan sosial. Namun, dia menolak pencalonan tersebut dengan alasan penolakan dari ulama senior Syiah terhadap perempuan yang menjabat sebagai menteri.
Calon perempuan lain dari Ahmadinejad, Marzieh Vahid-Dastjerdi, seorang dokter dan mantan anggota parlemen konservatif, disetujui oleh parlemen sebagai Menteri Kesehatan, menjadikannya menteri perempuan pertama dan satu-satunya dalam sejarah Republik Islam.
Beberapa tokoh politik lainnya mendaftar untuk mencalonkan diri pada Sabtu. Di antaranya adalah Wali Kota Teheran Alireza Zakani, anggota parlemen reformis Masoud Pezeshkian, dan Vahid Haghanian yang merupakan anggota kantor Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.
Pendaftaran Haghanian, yang dijuluki oleh pengguna media sosial sebagai "kejutan terbesar" dari pendaftaran pemilu, dan motifnya telah membingungkan para pengamat. Seperti Elahian, banyak yang yakin bahwa dia tidak akan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, seorang konservatif yang dipandang sebagai calon penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, meninggal ketika helikopternya jatuh dalam cuaca buruk di pegunungan dekat perbatasan Azerbaijan pada 19 Mei 2024.
Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian dan enam penumpang serta awak lainnya juga tewas dalam kecelakaan tersebut. Sesuai konstitusi Iran, pemilihan presiden harus segera dilakukan untuk menentukan pengganti Raisi.
Politik Iran belakangan ini telah menjadi sorotan karena beberapa peristiwa. Pemerintah di Teheran sering dikritik oleh negara-negara Barat karena tindakan kerasnya terhadap anak-anak muda yang menuntut reformasi atas aturan yang dijalankan oleh pemerintah berlandaskan Islam.
Demonstrasi-demonstrasi yang menuntut reformasi telah berlangsung sejak tahun 2022 setelah kematian Mahsa Amini, seorang perempuan yang ditahan oleh Polisi Moral karena tidak mengenakan hijab. Serangan Israel ke Gaza juga telah menjadi faktor dalam politik Iran belakangan ini.
Iran telah diketahui mendukung sejumlah kelompok di wilayah tersebut yang saat ini melakukan tekanan militer agar Israel menarik diri dari Gaza. Dukungan ini telah menimbulkan konflik antara Iran dan Israel. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan