Sebenarnya, ada nama dan Surasti Karma Trimurti atau SK Trimurti yang juga diminta untuk mengibarkan bendera. Namun, ia menolak lantaran merasa bahwa pengibaran sebaiknya dilakukan oleh prajurit.
SK Trimurti merupakan seorang wartawan perempuan Indonesia. Tulisannya kerap membuat panas pemerintah Belanda karena bernada tajam dalam mengkritisi berbagai kebijakan.
Sejak saat itu, bendera pusaka selalu dikibarkan setiap upacara kemerdekaan. Namun, pada tahun 1969 bendera pusaka sudah tidak lagi digunakan karena kerapuhannya. Maka dari itu, dibuatlah duplikat bendera pusaka untuk dikibarkan setiap tanggal 17 Agustus.
Melansir laman Kementerian Sekretariat Negara, sejauh ini bendera pusaka sudah 3 kali mengalami duplikasi. Duplikasi pertamanya pada tahun 1969 dilakukan atas permohonan Dirjen Udaka Kemendikbud kala itu, Husein Mutahar.
Setelahnya, duplikasi kembali dilakukan pada tahun 1985 dan 2015. Bendera pusaka hasil jahitan Fatmawati tersimpan rapi dan aman di Istana Negara. Pada tahun 2017, pihak Istana bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta berencana untuk memindahkan bendera pusaka ke Monas (Monumen Nasional) dan ditaruh bersebelahan dengan naskah asli proklamasi.
Bendera disimpan dengan cara dibentangkan dalam sebuah kemari panjang berkaca anti peluru. Kaca tersebut memiliki tebal 12 sentimeter dan tinggi 30 sentimeter. Penyimpanan bendera dengan dibentangkan dilakukan agar kondisi bendera selalu terjaga dengan baik.
Selain itu, kondisi kebersihan dan kelembapan di dalam kaca juga sangat diperhatikan. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait