JAKARTA, iNewsSidoarjo.id – Bendera Merah Putih merupakan bendera negara Indonesia yang dikibarkan pertama kali pada 17 Agustus 1945. Banyak insiprasi yang diambil sebelum menentukan warna merah putih.
Dilansir dari iNews.id melalui Journal of History Education bertajuk Makna Bendera Merah Putih Bagi Generasi Muda: Tinjauan Sejarah dari Masa Kerajaan Majapahit, dikutip Kamis (17/8/2023), warna merah dan putih yang dipilih sebagai bendera Indonesia terinspirasi dari bendera Kerajaan Majapahit sebagai umbul-umbul perang.
Kisah mengenai bendera merah putih ada dalam kidung Ramayana mengenai Kepulauan Merah Putih. Warna bendera tersebut memiliki sederet filosofi yang sangat bijaksana, contohnya adalah mentari dan rembulan, makna Nusa Emas dan Perak, serta corak zat hidup.
Menurut kitab Ramayana, secara keseluruhan bendera merah putih memiliki makna persatuan dan kesatuan atas segala perbedaan. Selain itu, dua warna tersebut juga menjadi lambang kebijaksanaan seorang pemimpin.
Selain Kerajaan Majapahit, Kerajaan Kediri juga menggunakan warna yang sama sebagai lambang pemerintahan. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga menjadikan bendera dengan warna merah dan putih dalam Perang Jawa melawan Belanda.
Masih melansir jurnal yang sama, warna merah dan putih kemudian digunakan sebagai bendera organisasi Indische Vereeniging pada tahun 1908. Indische Vereeniging sendiri merupakan organisasi buatan para pemuda Indonesia yang belajar di Belanda.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, bendera pusaka berwarna merah dan putih dijahit langsung oleh istri Soekarno, Fatmawati. Fatmawati menemukan kain berwarna merah dan putih berkat bantuan Shimizu, warga Jepang yang dipercaya sebagai perantara perundingan Jepang dan Indonesia.
Dalam kondisi mengandung Guntur Soekarnoputra, Fatmawati menjahit bendera tersebut pada Oktober 1944 dengan mesin jahit Singer. Proses penjahitan dilakukan karena Soekarno memberikan mandat untuk menjahit bendera dalam rangka persiapan kemerdekaan.
Famawati tidak menggunakan mesin jahit yang digerakkan dengan kaki karena kondisinya yang sangat rentan. Dalam waktu dua hari, proses penjahitan bendera itu berhasil ia selesaikan.
Ketika sedang menjahit, Fatmawati dikabarkan menangis haru. Air mata haru keluar dari matanya karena mengingat rakyat Indonesia yang berhasil meraih kemerdekaan atas Jepang.
Hal itu diketahui dari sang anak, Sukmawati Soekarnoputri. Bendera pusaka pertama kali dikibarkan saat pembacaan proklamasi pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Sejarah mencatat, ada dua tokoh yang bertugas mengibarkan bendera pusaka untuk pertama kali, yaitu Abdul Latief Hendraningrat dan Suhud Sastro Kusumo.
Abdul Latief merupakan seorang prajurit PETA (Pembela Tanah Air) yang awalnya melakukan penjagaan di halaman rumah jalan Pegangsaan Timur 56.
Matanya awas dalam menjaga suasana sekitar dari kemungkinan terjadinya gangguan. Sementara itu, Suhud adalah sahabat Latief yang merupakan anggota Barisan Pelopor bentukan Jepang.
Sebenarnya, ada nama dan Surasti Karma Trimurti atau SK Trimurti yang juga diminta untuk mengibarkan bendera. Namun, ia menolak lantaran merasa bahwa pengibaran sebaiknya dilakukan oleh prajurit.
SK Trimurti merupakan seorang wartawan perempuan Indonesia. Tulisannya kerap membuat panas pemerintah Belanda karena bernada tajam dalam mengkritisi berbagai kebijakan.
Sejak saat itu, bendera pusaka selalu dikibarkan setiap upacara kemerdekaan. Namun, pada tahun 1969 bendera pusaka sudah tidak lagi digunakan karena kerapuhannya. Maka dari itu, dibuatlah duplikat bendera pusaka untuk dikibarkan setiap tanggal 17 Agustus.
Melansir laman Kementerian Sekretariat Negara, sejauh ini bendera pusaka sudah 3 kali mengalami duplikasi. Duplikasi pertamanya pada tahun 1969 dilakukan atas permohonan Dirjen Udaka Kemendikbud kala itu, Husein Mutahar.
Setelahnya, duplikasi kembali dilakukan pada tahun 1985 dan 2015. Bendera pusaka hasil jahitan Fatmawati tersimpan rapi dan aman di Istana Negara. Pada tahun 2017, pihak Istana bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta berencana untuk memindahkan bendera pusaka ke Monas (Monumen Nasional) dan ditaruh bersebelahan dengan naskah asli proklamasi.
Bendera disimpan dengan cara dibentangkan dalam sebuah kemari panjang berkaca anti peluru. Kaca tersebut memiliki tebal 12 sentimeter dan tinggi 30 sentimeter. Penyimpanan bendera dengan dibentangkan dilakukan agar kondisi bendera selalu terjaga dengan baik.
Selain itu, kondisi kebersihan dan kelembapan di dalam kaca juga sangat diperhatikan. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait