SIDOARJO, iNews.id - Delapann saksi dari OPD Sidoarjo diperiksa dipersidangan untuk memberikan kesaksian terkait uang yang pernah diberikan kepada terdakwa Saiful Ilah, mantan Bupati Sidoarjo.
Delapan saksi yang dihadirkan JPU KPK pada sidang Kamis (14/9/2023) itu terdiri dari 4 Camat yaitu Mahkmud, Plt Camat Sukodono, Abdul Muid, Camat Krembung. Kemudian, Ainun Amaliyah, Camat Prambon dan Heru, Plt Camat Tulangan.
Sedangkan 4 saksi lainnya yaitu Ajudan Denny Kurniawan dan tiga Kepala Dinas yaitu Tjarda, Fenny Apridawati dan Asrofi. Delapan saksi itu diperiksa bersamaan, namun pihak JPU KPK memeriksa lebih dulu keempat camat yang hadir tersebut. Baru setelah itu ajudan dan tiga kepala dinas.
Dalam fakta sidang, keempat camat itu mengakui memberikan sejumlah uang kepada Saiful Ilah. Selain itu mereka juga mengaku ada iuran tiap bulan Rp 100 ribu. Kemudian iuran insidentil sebesar Rp 500 ribu untuk lelang bandeng dan hadiah ultah Saiful Ilah.
Empat Camat Akui Berikan Uang dengan Nominal Berbeda
Dalam fakta persidangan, empat camat itu memberikan uang dengan jumlah berbeda. Uang yang ditunjukan JPU KPK tersebut dimasukan amplop diselipkan stopmap.
Untuk saksi Abdul Muid. Mantan Camat Krembung itu mengaku memberikan uang dua kali. Pertama, saat pelantikan BPD, saat Muid menjabat sebagai Camat Krembung.
Uang yang diberikan itu total sebesar Rp 2 juta. Sebenarnya, uang hasil urunan para kepala desa yang BPD dilantik itu sebesar Rp 1,7 juta. Namun, ia menambahi hingga genap Rp 2 juta.
"Itu honor resmi untuk Pak Bupati saat pelantikan BPD dan membuka acara," ucap Muid yang saat ini menjabat Sekretaris Bappeda Sidoarjo sejak Desember 2022 lalu itu.
Kemudian, ia mengakui memberikan uang Rp 2 juta saat acara cangkrukan pada Desember 2019. Uang tersebut diakuinya hasil iuran dari para Kades.
"(Uang) dari iuran para kades. Itu untuk membuka acara dan narasumber Pak Bupati," akunya.
Sementara, saksi Makhmud juga mengaku memberikan uang kepada Saiful Ilah. Uang yang diberikan itu saat dirinya menjabat Plt Camat Sukodono sejak Mei hingga Oktober 2019.
Makhmud mengaku beberapa kali memberikan uang. Bahkan, ia memiliki catatan dari uang-uang yang pernah diberikan itu mulai dari nominal Rp 1,5 juta sebanyak tiga kali.
Kemudian nominal Rp 2 juta sebanyak dua kali, uang Rp 3 juta dan sebesar Rp 2,5 juta sekali. "Catatan saya Rp 2,5 juta, bukan Rp 3,5 juta," aku Makhmud yang saat ini menjabat Camat Taman yang juga merangkap Plt Kepala BKD Sidoarjo itu.
JPU KPK ketika menunjukkan barang bukti kepada majelis hakim disaksikan keempat camat dan penasehat hukum terdakwa. (Foto : iNewsSidoarjo.id).
Sementara, saksi Ainun Amaliah juga mengaku pernah memberikan uang secara pribadi terdakwa senilai Rp 2,5 juta sebelum lebaran. Tak hanya itu, ia juga pernah memberikan uang kepada Saiful Ilah sebagai honor narasumber dalam acara pelantikan PJ Kades se-Kecamatan Prambon.
"Seingat saya sekitar tiga kali. Ada sekali pas acara yaitu uang honor senilai Rp2,5 juta. Jadi 20 desa ada kades yang masa baktinya habis tak sama, demi efisiensi kami pakai uang patungan. Dan itu sudah dianggarkan oleh masing-masing desa. LPJ sewa sound, makanan dan minuman. Sudah kita tentukan masing-masing desa pakai berapa," ungkap Ainun yang saat ini menjabat Kepala Disnaker Kabupaten Sidoarjo itu.
Selain ketiganya, saksi Hary Nopsijadi, Pj Camat Tulangan mengaku memberikan sekali kepada terdakwa sebesar Rp 5 juta saat pelantikan 11 Pj Kades di Kecamatan Tulangan. Namun, uang yang diberikan itu bukan dari kantongnya sendiri.
"Yang mengumpulkan uang saat itu para sekdes," ucap Hary yang saat ini menjabat Sekcam Tulangan itu.
Ada Iuran Paguyuban Camat se-Sidoarjo
Terungkap pula dalam sidang yang dipimpim Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, I Ketut Suarta itu fakta lain yaitu soal iuran rutin dari paguyuban Camat.
Hal itu dibenarkan oleh saksi Abdul Muid, Makhmud, Ainun Amaliah. Beda dengan Hary yang tidak mengetahui ada iuran paguyuban itu karena saat itu ia hanya menjabat Pj Camat.
Fakta itu terkait adanya iuran rutin yang paguyuban Camat se-Sidoarjo serta iuran insidentil. Iuran rutin yang dilakukan oleh masing-masing camat setiap bulan senilai Rp.100 ribu.
Saksi Abdul Muid, Makhmud dan Anun Amaliah membenarkan iuran setiap bulan Rp 100 ribu yang dilakukan itu untuk keperluan paguyuban camat sendiri.
Selain itu, paguyuban Camat se-Sidoarjo juga ada iuran lainnya. Istilahnya iuran insidentil yaitu terkait lelang bandeng sebesar Rp 500 ribu dan iuran Rp 500 ribu untuk pemberian hadiah ulang tahun terdakwa Hanya saja, uang hasil iuran dari Camat se-Sidoarjo itu diserahkan ke paguyuban Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (K-SKPD).
"Itu (uang) kami serahkan ke paguyuban K-SKPD," jelas Ainun yang saat itu menjadi bendahara paguyuban Camat se-Sidoarjo itu.
JPU KPK tunjukkan bukti uang yang diberikan kepada terdakwa. (Foto : iNewsSidoarjo.id).
JPU KPK Cecar 3 Kadis dan Ajufan Soal Uang
Empat saksi lainnya yaitu Ajudan Denny Kurniawan dan tiga Kepala Dinas yaitu Tjarda, Fenny Apridawati dan Asrofi tak luput dari cecaran JPU KPK soal pemeberian sejumlah uang kepada Saiful Ilah.
Saksi Tjarda mengaku pernah memberikan uang sebesar Rp 20 juta kepada Saiful Ilah beberapa pekan menjelang hari raya Idul Fitri tahun 2019. Saat itu, ia menjabat Kadis Koperasi.
Dia beralasan, sengaja diberikan kepada Saiful Ilah agar dapat digunakan untuk memberikan santunan sosial.
"Itu dari uang pribadi saya. Kan ada usaha yang saya jalankan. Ada beberapa usaha keluarga," kata Tjarda yang baru dilantik menjabat Kadis Perikanan Sidoarjo pada 7 September 2023 lalu.
Sementara ketika dicecar JPU KPK Dame Maria Silaban terkait iuran K-SKPD, lelang bandeng hingga iuran untuk hadiah ulang tahun Saiful Ilah, Tjarda mengaku dirinya tidak ikut iuran.
"Tidak ikut juga tidak ada sanksi," aku dia.
Sementara Fenny Apridawati, mengaku pernah memberikan uang kepada Saiful Ilah sebanyak dua kali yaitu Rp 5 juta dan Rp 10 juta. Uang itu diberikan saat dirinya menjabat Kadisnaker Sidoarjo untuk keperluan hari buruh.
"Karena saya melihat beliau momong para serikat buruh sebegitu banyaknya. Karena saya pernah diberi beliau. Maka saya ingin memberi beliau bantu," ucapnya.
Uang yang diberikan diakui berasal dari sejumlah honor yang disihkan saat diundang memberikan materi diantaranya BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Kendati demikian, terkait iuran K-SKPD, ia megaku iuran itu sebesar Rp 150 ribu tiap bulannya. Itupun untuk keperluan kegiatan internal K-SKPD, seperti kofe morning hingga baksos.
Sedangkan terkait lelang bandeng ada iuran Rp 500- Rp 1 juta. Begitupun iuran untuk hadiah ulang tahun terdakwa.
Sementara saksi Asrofi mengaku jika dirinya memberikan uang kepada Saiful Ilah sebesar Rp 10 juta. Saat itu ia menjabat Kadiknas Sidoarjo. "Sekali itu saja saya ngasih," ucap Asrofi yang saat ini sudah purna tugas itu.
Ia juga membenarkan adanya iuran K-SKPD. Meski demikian, ketiga saksi itu mengaku jika Saiful Ilah tidak pernah meminta atau menginstruksikan apapun kepada mereka untuk memberikan uang atau sejenisnya.
Tiga Kadis dan ajudan ketika bersaksi untuk terdakwa Saiful Ilah di Pengadilan Tipikor Surabaya. (Foto : iNewsSidoarjo.id).
"Setelah OTT sampai saat ini, kepada pengganti Saiful Ilah, apakah masih ada pemberian hadiah," tanya JPU KPK Dame Maria yang dijawab tidak ada oleh saksi.
Beda dengan para kadis, saksi Denny Kurniawan justru lebih banyak dicecar oleh JPU KPK, terutama berkaitan barang bukti uang. Denny mengaku menjadi ajudan Saiful Ilah sejak 2010-2020.
Sebelum Saiful terkena OTT KPK pada 7 Januari 2020, ia pindah dari jabatan ajudan, dilantik menjabat Kasi di Kecamatan Waru. "Beberapa jam sebelum OTT, siangnya saya dilantik itu. Jadi tidak tau," ucap dia.
Denny mengaku tidak sendiri sebagai ajudan Saiful saat itu. Ia bergantian dengan dua ajudan lainnya. "Kita gantian tugasnya. Seharian ikut bapak (terdakwa), besuknya tidak tapi tetap ngantor," aku dia.
Meski demikian, Denny sempat dicecar JPU KPK terkait sejumlah barang bukti amplop yang berisi uang yang ditunjukan dari slide monitor di persidangan.
"Saya baru tau kalau ada uang-uang ditunjukkan saat diperiksa penyidik KPK," aku dia.
Selama menjadi ajudan terdakwa, Denny mengaku tidak tau jika ada sejumlah uang yang ditunjukkan itu. Ia hanya mengetahui stopmap saja, sedangkan isinya dalam stopmap berupa amplop pun tak pernah tau.
"Map itu ketika sampai di rumah dinas saya taruh di meja kerja bapak (terdakwa). Atas map itu saya tulis pakai bolpoin, misalnya dari kecamatan ini. Yang saya tulisi itu mapnya, bukan amplopnya," aku saksi.
Sementara terkait tulisan yang ada di amplop diselipkan dalam map itu, Denny mengaku dan mengenali jika itu merupakan tulisan Saiful. "Itu (amplop) tulisan bapak. Lalu ditaruh di laci meja kerja," jelasnya.
Tak hanya dicecar soal uang dalam amplop, Denny juga dicecar terkait kunjungan kerja Saiful Ilah saat luar kota hingga luar negeri terkait tiket dan akomodasi lainnya.
"Kalau ke luar kota saya yang selalu ikut. Kalau acara dinas tiket iku kami yang pesankan, termasuk penginapannya. Kalau ke luar negeri saya tidak ikut," akunya.
Kenang Kebaikan Saiful Ilah
Terdakwa Saiful Ilah ternyata perhatian kepada bawahannya saat memimpin Kabupaten Sidoarjo hingga membawa kesan tersendiri bagi bawahannya. Hal itu terungkap dalam persidangan saat ketiga kadis dan ajudan memberikan kesaksian.
Bahkan, Fenny sempat menangis saat mengenang sosok Saiful Ilah. Ia terniang karena berperan mengembalikan keutuhan keluarganya. Ia berhasil rujuk kembali dengan sang suami, yang sempat berpisah kala beberapa tahun lalu.
Seperti Fenny, saksi Asrofi juga sempat meneteskan air mata mengenang kebaikan Saiful yang peduli kepada bawahannya. Ia teringat saat Saiful pernah datang ke rumahnya ketika ibundanya meninggal dunia.
"Saat ibu saya meninggal, beliu hadir (takziah)," ungkap Asrofi. Begitupun dengan saksi Tjarda, eks Kadis Perindag Kabupaten Sidoarjo itu juga mengenang saat ibunya meninggal pada 2018 silam, saat itulah ada perhatian dari Aba Ipul.
"Beliau memberiman kiriman bunga," kenangnya.
Sementara Denny teringat usai selesai tugas, dirinya bersama ajudan lainnya selalu diberi uang Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu oleh Saiful untuk uang saku.
"Itu (dikasih uang saku) setiap lepas tugas," kenangnya.
Terdakwa Saiful Ilah didakwa dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44,2 miliar.
Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.
Editor : Nanang Ichwan
Artikel Terkait