Menyoal Jembatan Lama Kertosono, Praktisi Hukum dan TACB Nganjuk Angkat Bicara

Johnarief
Kondisi jembatan Kertosono. Foto:ist

Sementara itu, praktisi hukum Anang Hartoyo menyoroti urgensi pelestarian jembatan lama Kertosono dari sisi hukum dan moral. Menurutnya, jembatan itu bukan sekadar infrastruktur tua, melainkan saksi bisu perjuangan rakyat Nganjuk dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II pada tahun 1949. “Lestarikan sejarah, bangun masa depan. Jembatan Lama Kertosono jangan dihapus dari ingatan kolektif bangsa Indonesia. Ia menyimpan jejak darah, air mata, dan keberanian,” tegas Anang.

Dari aspek yuridis, Anang mengacu pada Pasal 1 angka 1 dan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa struktur yang memiliki usia lebih dari 50 tahun serta memiliki nilai penting dalam sejarah dapat dikategorikan sebagai cagar budaya. "Jembatan ini menjadi titik awal mobilisasi militer, ranjau darat, dan sabotase dalam peristiwa 1949. Fakta ini tidak boleh dikesampingkan hanya demi modernisasi," tambahnya.

Anang menyarankan agar Pemkab Nganjuk segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) untuk memperkuat status hukum jembatan tersebut sebagai cagar budaya dan mendaftarkannya ke dalam Register Nasional Cagar Budaya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2022 dan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2014. “Melupakan sejarah berarti mengingkari pengorbanan. Membiarkan jembatan ini hilang atau dihancurkan sama dengan menghapus halaman penting dari buku besar kemerdekaan Indonesia,” ungkapnya.

Baik Yuli maupun Anang sama-sama menyuarakan pentingnya membangun kesadaran sejarah di tengah geliat pembangunan. Mereka mendukung pembangunan jembatan baru sebagai solusi peningkatan konektivitas, namun menolak penghapusan jembatan lama yang merupakan identitas sejarah lokal Kabupaten Nganjuk. "Di atas tanah yang diam, sejarah telah bicara. Kewajiban kita semua menjaga agar suara itu tidak bisu, tidak diam, bahkan tidak dibungkam oleh beton dan kelalaian birokrasi," pungkas Anang.

Masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat duduk bersama untuk merancang pembangunan yang berwawasan sejarah, bukan hanya demi estetika atau efisiensi lalu lintas tetapi demi menjaga warisan yang tak ternilai bagi generasi yang akan datang.

Editor : Yoyok Agusta Kurniawan

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network