Dalam menyebarkan Agama Islam, Nabi Muhamad Saw bersama sahabatnya beberapa kali harus menghadapi peperangan.
Seperti pada tahun ke-5 hijriah atau pada 627 Masehi, pasukan kafir Quraish bermaksud menyerang Kota Madinah .
Pada moment perang ini disebut sebagai pertempuran Khandaq juga dikenal sebagai Pertempuran Al-Ahzab, dan Pertempuran Konfederasi.
Melangsir dari SINDOnews.com Jumat, (1/4/2022) Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya yang telah dialihbahasakan Mahyuddin Syaf dkk dengan judul "Karakteristik Perihidup 60 Sahabat Rasulullah" mengisahkan oengepungan Madinah ini dipelopori oleh pasukan gabungan antara kaum kafir Quraisy Mekkah dan Yahudi Bani Quraidlah atau Bani Nadir.
Pengepungan Madinah dimulai pada 31 Maret, 627 dan berakhir setelah 27 hari. Kaum kafir Quraish telah mengatur siasat dan taktik perang secara licik. Tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar. Sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerangnya dari dalam yaitu dari belakang barisan Kaum Muslimin. Lewat cara ini pasukan musuh memprediksi pasukan Islam akan terjepit dari dua arah.
Nah, pada hari itu tentara yang besar mendekati kota Madinah. Mereka membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap. Kaum muslimin panik. Mereka bagai kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut: Ketika mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah naik sampai kekerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. ( QS al-Ahzab :10) Dua puluh empat ribu orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn merangsek menuju Kota Madinah.
Pasukan ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Kaum muslimin sadar keadaan sangat gawat. Rasulullah pun mengumpulkan para sahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu? Pada saat yang genting tersebut tampil pria jangkung dan berambut lebat. Dialah Salman al-Farisi .
Dari keketinggian ia melayangkan pandangannya meninjau sekitar Madinah. Kota itu dikelilingi gunung dan bukit-bukit batu layaknya benteng. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.
Di negerinya, Persia, Salman telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang. Begitu pun tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah, yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka.
Begitu menyaksikan parit terbentang di hadapannya, pasukan kafir Quraisy merasa terpukul. Hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota. Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta’ala mengirim angina topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka.
Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit. Janji Allah dan Rasulnya Sewaktu menggali parit, Salman tidak ketinggalan bekerja bersama kaum muslimin yang sibuk. Rasulullah SAW juga ikut membawa tembilang dan membelah batu.
Kebetulan, di tempat penggalian Salman bersama kawan-kawannya, tembilang mereka membentur sebuah batu besar. Salman seorang yang berperawakan kukuh dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya. Dia minta bantuan kepada temannya. Semua gagal.
Salman lalu pergi menghadap Rasulullah SAW. Dia minta izin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah pun ingin menngecek kebenarannya. Setelah menyaksikannya, beliau meminta sebuah tembilang dan menyuruh para sahabat mundur agar terhindar dari pecahan batu.
Rasulullah lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang sedang memegang erat tembilang itu. Dengan sekuat tenaga beliau menghujamkan tembilang ke batu besar tersebut. Batu itu terbelah dan dari celah belahannya keluar lambaian api yang tinggi menyilaukan,
“Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah,” kata Salman, sementara Rasulullah SAW mengucapkan takbir, sabdanya: "Allah Maha Besar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci istana dari negeri Persi dan dari lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah, begitupun kota kota maha raja Persi dan bahwa umatku akan menguasai semua itu".
Lalu Rasulullah mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Hal yang sama terjadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi. Rasulullah kembali bertakbir, dan sabdanya: "Allah Maha Besar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana megahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya".
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait