SIDOARJO, iNews.id - Hadi Yusuf, mantan Sekretaris dan Sulistiyono Sekretaris BPPD Sidoarjo saat ini sempat bertele-tele ketika dicecar Jaksa KPK saat menjadi saksi terdakwa Siska Wati, Kasubbag Keuangan dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo, Senin (8/7/2024).
Keduanya berkelit hingga membuat penuntut umum geram. Keduanya berkelit ditanya soal pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo. Padahal, pertanyaan yang dilontarkan JPU KPK Andry Lesmana kepada kedua saksi merupakan pertanyaan ringan.
Salah satu pertanyaan yang dilontarkan mengenai peruntukan uang tersebut, yang diduga mengalir kepada Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor. Saksi Ahadi Yusuf berdalih tidak mengetahuinya.
"Saya tidak tau," ucap saksi.
Hal itu membuat JPU KPK semakin geram. Sebab, sebagai orang nomor dua di BPPD Sidoarjo saksi tak mungkin mengetahui jika ada potongan namun tak ada yang memerintah.
Belakangan, Yusuf yang menjabat Sekretaris BPBD Sidoarjo sejak 2020 hingga pertengahan 2021 itu akhirnya mengaku jika ada potongan 10 persen dari insentif setiap tiga bulan sekali.
Selain itu, ia juga mengaku potongan itu perintah pimpinan. "Atas perintah pimpinan. Sejak 2020-2021, Pak Joko Santosa almarhum. Lalu ganti Pak Ari," ujarnya dalam persidangan, di Ruang Sidang Candra.
Selain Yusuf, saksi Sulistiyono juga sempat membuat JPU KPK geram. Sebab, ketika dicecar soal tujuan pemotongan insentif. Ia berdalih tidak terlalu mengetahuinya. Bahkan, ia beralasan hanya mengikuti apa yang juga dilakukan oleh teman-teman sesama ASN BPPD Sidoarjo.
"Saya enggak tahu betul. Potongan insentif atau dikalangan kami menyebutnya shodaqoh, saya pribadi sekitar Rp 15 juta per triwulan. Ini saya lakukan karena di lingkungan saya semuanya juga memberikan shodaqoh sehingga hal itu juga saya lakukan," kata Sulistyono.
Editor : Nanang Ichwan
Artikel Terkait