Meski demikian, pihaknya semangat mendampingi Prayitno, rekannya tersebut karena berawal dari dari korban pelayanan haji 2023 yang tengah menggugat di PN Sidoarjo.
"Dari dia merasa menjadi korban itulah melakukan gugatan ke pengadilan negeri. Dari situlah ada dumas (pengaduan masyarakat)," jelasnya.
Prayitno (kiri) bersama pendiri PPJT Achmad Shodiq. (Foto : Nanang Ichwan/iNewsSidoarjo.id).
Lebih jauh Prayit menjelaskan, dirinya diadukan ke Polresta Sidoarjo pada 24 Agustus 2023 terkait dugaan dengan sengaja mendistribusikan informasi elektronik dianggap yang memiliki muatan dugaan pemerasan dan atau pemgancaman.
Ternyata, laporan dumas (pengaduan masyarakat itu) muncul sepekan setelah Prayit mendaftarakan gugatan ke PN Sidoarjo terkait ganti rugi terkait dugaan penelantaran dan tak dikasih makan 11 kali kepada dirinya saat menjadi Jamaah Haji 2023.
“Saya menggugat kemenag karena saya dan jama’ah haji Indonesia lainnya tidak diberi makan 11 kali dan ditelantarkan Di Musdhalifah sampai mau pingsan, kalau ada pelayanan haji disana bagus saya tidak akan menggugat kemenag,” terangnya.
Prayitno yang juga pengacara itu melanjutkan, sebelum gugatan didaftarkan mengaku sudah diundang oleh Kemenag Sidoarjo bahkan sempat disarankan pada haji tahun depan masuk dalam tim haji.
Prayit mengaku menolaknya karena telah haji. Ia memilih minta kompensasi sebesar Rp 200 juta saat mediasi tersebut.
"Masak saya menyampaikan seperti itu dikatakan memeras dan mengancam," ungkapnya.
Karena tak ada ada titik temu akhirnya dilanjutkan gugatan ke PN Sidoarjo dengan tergugat KaKemenag Sidoarjo, KaKanwil Kemenag Jatim dan Menag.
Editor : Nanang Ichwan
Artikel Terkait