JAKARTA, iNewsSidoarjo.id - Suku Dani sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia sebagai pewaris kebudayaan Papua. Keberadaan suku tersebut sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan mendiami wilayah Lembah Baliem.
Dalam jurnal Antropologi Indonesia bertajuk “Memahami Sistem Pengetahuan Budaya Masyarakat Pegunungan Tengah, Jayawijaya, Papua dalam Konteks Kebencanaan”, terungkap masyarakat Suku Dani merupakan petani dan mahir menggunakan berbagai jenis perkakas. Dikutip iNewsSidoarjo id dari iNews.id Selasa (7/5/2022).
Ketika pertama kali terungkap keberadaannya, Suku Dani sudah mengenal teknologi penggunaan kapak batu serta pisau dari tulang binatang, kayu, dan bambu.
Penelitian tersebut juga memuat informasi lain mengenai Lembah Baliem, tempat tinggal Suku Dani. Lembah Baliem ditemukan pada 23 Juni 1938 oleh Richard Archbold, peneliti asal Amerika Serikat.
Dia terbang menggunakan pesawat PBY Catalina 2 yang diberi nama Guba II ketika melakukan ekspedisi penelitian vegetasi.
Saat itu pula, Archbold menjalin kontak dengan Suku Dani yang tak terdeteksi dunia luar. Suku Dani disebut memiliki hubungan persaudaraan dengan suku lain yang menetap di pegunungan, di sebelah barat lembah. Suku tersebut adalah Lani dan Yali, keduanya tinggal di lereng-lereng Pegunungan Jayawijaya bagian tenggara. Kini, Suku Dani tergolong sebagai suku yang hangat dan siap menyambut wisatawan dengan meriah.
Umumnya, wisatawan yang bertandang ke Lembah Baliem akan disuguhi tari-tarian dan nyanyian tradisional yang sangat indah. Wisatawan juga bisa merasakan kehidupan Suku Dani dengan tinggal di rumah kayu warga setempat, tanpa adanya teknologi modern.
Hal tersebut semakin memperkaya pengalaman wisatawan yang umumnya datang dari kota-kota besar di Indonesia. Sehari-hari Suku Dani biasa mengonsumsi sagu dan ubi jalar yang dimasak di atas daun singkong. Selain itu, makanan pokok mereka juga biasa dimasak di atas daun pisang atau daun talas.
Suguhan tradisional lain yang hanya disajikan jika ada perayaan besar adalah batu bakar. Usai menyembelih babi atau ayam, hewan tersebut diletakkan di lubang berisi bara panas yang sudah dibungkus dengan daun pisang dan campuran buah tawi atau merah.
Daging hewan itu dimasak tanpa menggunakan garam. Tradisi yang dijalankan Suku Dani pun tergolong beragam bahkan ada pula yang ekstrem.
Ketika ada kerabat yang meninggal, proses mumifikasi dilakukan. Mayat diawetkan tanpa dibalut dan disimpan dalam gua. Usia mumi yang paling tua bisa mencapai 300 tahun. Tradisi ekstrem lainnya adalah potong jari, yang biasa dilakukan ketika sedang mengalami kedukaan.
Masyarakat Suku Dani tidak terbiasa menangis untuk mengekspresikan perasaan saat sanak keluarga meninggal dunia. Mereka melaksanakan potong jari sebagai tanda kesedihan dan kehilangan yang amat mendalam.
Hal ini dilakukan Suku Dani karena mereka menganggap jari sebagai simbol keluarga dan kekerabatan. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan