Sebagai pekerja keras di berbagai perusahaan swasta, para buruh tersebut merasa turut terlibat membangkitkan perekonomian nasional.
Para buruh juga menuntut THR, seperti yang sudah diberikan pemerintah terhadap para pegawai negeri sipil atau PNS kala itu.
Pada tanggal 13 Februari 1952, para buruh di berbagai perusahaan swasta melakukan aksi mogok kerja, dan tuntutannya meminta pemerintah mengeluarkan kebijakan agar para tersebut mendapat THR dari perusahaan swasta tempat mereka bekerja.
Menghadapi aksi protes dari para buruh mengenai tuntutan THR tersebut, pemerintah saat itu langsung turun tangan. Soekiman meminta supaya perusahaan bersedia mengeluarkan THR untuk para karyawannya.
Setelah gejolak aksi menuntut THR yang dilakukan oleh para buruh tersebut berhasil diatasi, pemerintah akhirnya dapat meredam gejolak saat itu.
Sejak saat itu THR menjadi populer di Indonesia. Namun peraturan resmi mengenai THR tersebut baru keluar sekian tahun berikutnya, lama setelah rezim berganti.
Di bawah kendali Orde Baru, Menteri Tenaga Kerja meluncurkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.
Lantaran peraturan itu, hak para karyawan mendapat THR punya payung hukum. Pada tahun 2003, yakni 4 (empat) tahun pasca reformasi, peraturan tersebut disempurnakan. Pemerintah dengan menerbitkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang di dalamnya juga mengatur mengenai THR. iNewsSidoarjo.id
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan