Dia mencatat bahwa sementara pengguna Twitter berbahasa Inggris prihatin dengan "pengalaman tingkat pertama" dalam konflik, tweet dalam bahasa Arab fokus pada masalah gambaran yang lebih besar. Ini seperti studi tentang sesuatu, itu objek, itu hanya merujuk Anda pada sesuatu yang lebih besar tentang masalah politik, hubungan internasional, kemunafikan Barat, dan seterusnya dan seterusnya," terangnya.
Pargoo mengatakan penelitiannya masih dalam tahap awal dan belum memperhitungkan kemungkinan aktivitas terkoordinasi dari aktor asing, seperti peternakan troll yang berusaha menyebarkan disinformasi.
Dunia Arab sendiri tidak asing dengan retorika terpisah. Di media sosial Arab, pengguna tidak senang dengan perbandingan maladroit wartawan dan komentator antara Ukraina serta negara-negara Timur Tengah, dan penggunaan istilah liberal dimuat seperti "beradab." "Hal yang membuat orang sedikit kesal adalah apa yang mereka lihat sebagai perbedaan dalam perhatian internasional, tetapi juga dalam liputan media dan bahasa yang digunakan untuk berbicara tentang para korban serta apa yang disebut di media Barat dan media lainnya —
'Agresi Rusia' dan seterusnya," terang Dina Matar, profesor di School of Oriental and African Studies (SOAS) di London, kepada Newsweek.
"Sementara istilah dan kata-kata ini tidak digunakan dengan cara yang sama ketika membahas, katakanlah, kerusuhan atau protes atau kekerasan dalam konteks dunia Arab," ia melanjutkan.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan