SIDOARJO, iNews.id - Upaya Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sidoarjo untuk membongkar dugaan korupsi terkait kelebihan bayar Perusahaan Umum Daerah Delta Tirta Sidoarjo (Perumda DTS) ke KPRI Perumda DTS dinilai tak ada kerugian negara.
Hal itu disampaikan Nizar Fikri, Kuasa Hukum pengurus KPRI Perumda DTS periode 2012-2015. Menurut dia, hasil pemeriksaan dari klarifikasi Inspektorat Sidoarjo yang digelar di Kantor Kejari Sidoarjo pada Senin (11/12/2013) cukup jelas.
Klarifikasi itu, lanjut dia, dihadiri oleh perwakilan Perunda DTS, Jaksa serta dirinya, selaku kuasa hukum yang juga ikut mendampingi tiga kliennya, pengurus koperasi periode 2013-2015.
"Hasil pemeriksaan dari klarifikasi tersebut cukup jelas dan rinci karena data atau dokumen yg digunakan sebagai bahan klarifikasi (pemeriksaan) adalah dokumen resmi dari PDAM tentang jumlah titik pasang baru periode 2013 sampai dengan 2015 yang secara faktual telah dikerjakan oleh Koperasi," ucap Nizar lewat rilis tertulis, Minggu (17/12/2023).
Ia mengungkapkan, dari dokumen tersebut dapat diketahui bahwa secara matematis, akumulasi jumlah titik pasang keseluruhan yang telah dikerjakan oleh koperasi kurang lebih adalah sejumlah 31.515.
Sehingga, sambung dia, secara ekonomis, maka perhitungan uang yang seharusnya diterima oleh koperasi dari Perumda DTS adalah sejumlah kurang lebih 31.515 titik pasang dengan dikali perpasang Rp 780 ribu. Sehingga, sebut dua, total jumlah uang adalah Rp 24.581.700.000.
Namun secara faktual, nilai rupiah yang diterima oleh koperasi dari PDAM untuk pengerjaan pasba periode 2013 - 2015 hanya sejumlah kurang lebih Rp 21.118.673.615.
Sehingga, dalam hal ini diduga terdapat kekurangan bayar dari PDAM ke koperasi senilai Rp 3.463.026.385. Dengan demikian praktis dalam peristiwa ini belum ada kerugian yang diderita PDAM kerugian negara Justru, sebut dia, koperasi lah dalam hal ini yg dirugikan karena memiliki hak yang belum terbayar.
Menurut dia, pihak koperasi justru telah memasang pasba pada bulan Agustus sampai Desember 2015 senilai Rp 1,7 miliar yang belum dibayar Perumda DTS dan tidak diakuinya.
"Dan pasba tersebut sudah dinikmati oleh PDAM karena sudah menjadi pelanggan dan terekening, sehingga menambah pendapatan. Tapi disisi lain belum ada pembayaran dan tidak diakui atas pemasangan pasba itu," jelasnya.
"Apabila pasba itu tidak dibayar dan diakui, maka kami mohon ijin untuk mencabut seluruh pasangan yang sudah dipasang oleh koperasi karena semua material tersebut adalah aset KPRI," tegas dia.
Lebih jauh menurut dia, perhitungan tersebut belum termasuk uang yang sudah terlanjur Koperasi bayarkan ke kas PDAM sebagai bentuk itikad baik Koperasi atas dugaan adanya kelebihan pembayaran besarnya kurang lebih senilai Rp 1,8 Milyar.
"Lantas bagaimana bisa dugaan peristiwa korupsi kelebihan bayar ini masih bisa dilanjutkan kalau elemen kerugian negara tidak ditemukan," nilainya.
Nizar pun memohon kepada seluruh institusi baik kejaksaan maupun inspektorat untuk menegakkan hukum seadil-adilnya berbasis data dan fakta yang valid agar marwah institusi inspektorat dan kejaksaan tetap tegak dan berwibawa dimata masyarakat khususnya para pencari keadilan.
Meski demikian, ia mengatakan jika perkara ini bisa diselesaikan dengan cara duduk bersama. Ia meyakini bisa selesai secara gamblang antara pihak KPRI dengan pihak PDAM jika sama - sama mempertemukan hutang piutangnya.
Bahkan, kata dia, jika dikalkulasi, ada kemungkinan pihak PDAM masih mempunyai sisa hutang dari KPRI, atau pihak koperasi memiliki hak tagih kepada PDAM.
"Kami justru mempertanyakan karena kalau tidak salah, di laporan keuangan PDAM sejak tahun 2016 sampai 2021 itu mencatat piutang KPRI ke PDAM, namun di tahun 2022 hutang PDAM ke KPRI tiba - tiba hilang begitu saja," urainya.
Pihak KPRI pun mempertanyakan, landasan dan dasar apa yang digunakan oleh pihak PDAM, yang tiba - tiba menghapus hutang tersebut di tahun 2022 menjadi tidak ada. Padahal sejak 2016 hingga 2021 pihak PDAM konsisten mencatat keuangan piutang tersebut.
"Ini bagaimana. Kami meminta agar Kejaksaan adil," harapnya.
Perlu diketahui, penyidik Pidsus Kejari Sidoarjo tengah membongkar dua dugaan korupsi di Perumda DTS. Pertama dugaan korupsi kelebihan bayar Perumda DTS ke KPRI DTS. Kasus tersebut telah naik penyidikan, bahkan penyidik telah menyita uang Rp 1,849 miliar.
Kemudian kasus dugaan korupsi kedua terkait dugaan penghapusan hutang Perumda DTS ke KPRI Perumda DTS. Kasus dugaan penghapusan utang senilai Rp 5 miliar itu pada tahun 2022. Kasus tersebut tengah proses penyelidikan.
Editor : Nanang Ichwan