Raja Jayabaya bagi sebagian orang dipercaya tidak meninggal dunia melainkan moksa di tempat itu. Sri Aji Jayabaya yang memerintah Kerajaan Panjalu selama 24 tahun (1135-1159) tersohor sebagai raja adil dan bijaksana.
Di tangan Jayabaya hukum benar-benar ditegakkan. Dalam "Prahara Bumi Jawa Sejarah Bencana dan Jatuh Bangunnya Penguasa Jawa", Otto Sukatno CR menulis saat itu tidak ada orang yang dikurung sehingga penjara tidak diperlukan.
Yang berlaku saat itu hanya hukuman denda. Mereka yang dinyatakan bersalah harus membayar denda dengan besaran yang ditentukan. “Sementara bagi pencuri, perampok dan penyamun, dan tindak-tindak kejahatan besar lainnya, langsung mendapat hukuman mati". Di masa Jayabaya, Kerajaan Panjalu atau Kadiri atau Kediri dengan ibukota Dahanapura atau Daha, mencapai masa keemasannya.
Jayabaya merupakan keturunan Raja Airlangga (1019-1042). Dia merupakan raja ketiga Panjalu setelah Airlangga membelah Kerajaan Kahuripan menjadi Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Dengan kekuatan dan kebijakan yang dimiliki, Jayabaya berhasil menyatukan Panjalu dan Jenggala yang bertahun-tahun berseteru dalam perang saudara. Jayabaya juga termasyhur dengan ramalannya yang dikenal bernama Jangka Jayabaya.
Ramalan itu disusun dalam bentuk tembang (macapat) dan gancaran (prosa) serta aforisma-aforisma singkat dan padat sehingga mudah dihafalkan.
Di dalam ramalan Jayabaya, Pulau Jawa terbagi atas tiga jaman besar. Yakni jaman Kali Swara atau jaman permulaan yang lamanya 700 tahun matahari atau 721 berdasarkan hitungan tahun bulan.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan