get app
inews
Aa Text
Read Next : Tolak Keras Keberadaan Israel pada 1958, Bung Karno : Bentuk Solidaritas pada Palestina

Minta Restu sebelum Proklamasi Kemerdekaan, Bung Karno Ziarah ke Makam Raja Jayabaya

Kamis, 17 Agustus 2023 | 11:54 WIB
header img
Bung Karno pernah secara khusus mengunjungi Kediri untuk berziarah ke petilasan Raja Jayabaya. (Foto: ist)

JAKARTA, iNewsSidoarjo.id – Presiden Soekarno pernah secara khusus mengunjungi Kediri untuk berziarah ke petilasan Raja Jayabaya.

Bukan hanya sekali, tapi hingga tiga kali. Konon, Bung Karno mengunjungi tempat keramat itu dalam rangka Ngalab Berkah sebelum Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

“Sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, presiden pertama negara baru itu, Soekarno, dikabarkan berziarah tiga kali ke Pamuksan Sri Aji Jayabaya,” kata George Quinn dalam buku "Wali Berandal Tanah Jawa", dilansir dari iNews.id pada Rabu (16/8/2023).

Menurut saksi mata saat itu, kunjungan terakhir Soekarno dilakukan hanya beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan.

“Aku datang ke sini untuk minta restu Raja Jayabaya,” demikian Soekarno menjelaskan kepada rombongannya. “Aku ingin kalian semua membantuku,” ujarnya.

Di situs Pamuksan Jayabaya, Bung Karno berdiam diri selama tujuh menit. Sebelum beranjak, founding father bangsa Indonesia itu kemudian berkata: ”Sudah direstui. Sekarang kita bisa pergi,” demikian dikutip dari "Wali Berandal Tanah Jawa". Pamuksan Sri Aji Jayabaya atau Joyoboyo di Desa Mamenang atau Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri diyakini sebagian orang sebagai tempat keramat.

Raja Jayabaya bagi sebagian orang dipercaya tidak meninggal dunia melainkan moksa di tempat itu. Sri Aji Jayabaya yang memerintah Kerajaan Panjalu selama 24 tahun (1135-1159) tersohor sebagai raja adil dan bijaksana.

Di tangan Jayabaya hukum benar-benar ditegakkan. Dalam "Prahara Bumi Jawa Sejarah Bencana dan Jatuh Bangunnya Penguasa Jawa", Otto Sukatno CR menulis saat itu tidak ada orang yang dikurung sehingga penjara tidak diperlukan.

Yang berlaku saat itu hanya hukuman denda. Mereka yang dinyatakan bersalah harus membayar denda dengan besaran yang ditentukan. “Sementara bagi pencuri, perampok dan penyamun, dan tindak-tindak kejahatan besar lainnya, langsung mendapat hukuman mati". Di masa Jayabaya, Kerajaan Panjalu atau Kadiri atau Kediri dengan ibukota Dahanapura atau Daha, mencapai masa keemasannya.

Jayabaya merupakan keturunan Raja Airlangga (1019-1042). Dia merupakan raja ketiga Panjalu setelah Airlangga membelah Kerajaan Kahuripan menjadi Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Dengan kekuatan dan kebijakan yang dimiliki, Jayabaya berhasil menyatukan Panjalu dan Jenggala yang bertahun-tahun berseteru dalam perang saudara. Jayabaya juga termasyhur dengan ramalannya yang dikenal bernama Jangka Jayabaya.

Ramalan itu disusun dalam bentuk tembang (macapat) dan gancaran (prosa) serta aforisma-aforisma singkat dan padat sehingga mudah dihafalkan.

Di dalam ramalan Jayabaya, Pulau Jawa terbagi atas tiga jaman besar. Yakni jaman Kali Swara atau jaman permulaan yang lamanya 700 tahun matahari atau 721 berdasarkan hitungan tahun bulan.

Kemudian jaman Kaliyoga atau jaman pertengahan yang lamanya juga 700 tahun dan jaman Kali Sangsara atau jaman akhir yang lamanya juga 700 tahun terhitung sejak 1401 hingga 2100. Peneliti asing George Quinn dalam "Wali Berandal Tanah Jawa" menulis, dalam Jangka Jayabaya terdapat dua bait ikonik yang dianggap menjadi bukti bahwa Raja Jayabaya dapat meramalkan masa depan.

“Tersembunyi dalam kedua bait itu, Soekarno pun tampil sekilas,” tulisnya. Teks ramalan yang terkait Soekarno diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berbunyi: "Lalu Garuda Ngwangga akan berkuasa. Ibunya putri dari Bali.

Dia akan berkuasa di tanah Jawa, bala tentaranya setan dan demit." Garuda ditafsirkan sebagai burung garuda, lambang negara Republik Indonesia. Kemudian Ngwangga dianggap merujuk kepada Soekarno.

Ngwangga merupakan nama lain dari Adipati Karna, tokoh pewayangan saudara Pandawa satu ibu beda ayah. Seperti diketahui, penggantian nama Kusno menjadi Soekarno karena ayah Bung Karno terpikat dengan ketokohan Adipati Karna atau Karno.

Penggantian nama itu berlangsung di Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, saat Soekarno kecil sakit-sakitan. Sesuai teks ramalan Jayabaya, ibunda Bung Karno juga berasal dari Bali.

“Tentara setan dan dedemit mengacu pada tentara gerilyawan rakyat jelata Indonesia yang mengobarkan perjuangan sengit dan sukses untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara tahun 1945 dan 1949,” tulis George Quinn.

Entah kebetulan atau memang Jangka Jayabaya memperlihatkan kebenarannya. Pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, Soekarno dan Mohammad Hatta kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu Bung Karno adalah Presiden Pertama Republik Indonesia. iNewsSidoarjo

Editor : Yoyok Agusta Kurniawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut