Putusan MK Bakal Berdampak Signifikan Terhadap Peta Politik di Sidoarjo
Ia menyebut struktur partai, netralitas birokrasi, dan lemahnya bangunan partai sebagai persoalan serius dalam demokrasi lokal saat ini. "Saat dipisah, 3 partai besar diuntungkan, partai yang memiliki struktur dan landasan yang kuat. Evaluasi Pemilu 2024 menunjukkan netralitas birokrasi masih bermasalah. Praktik cawe-cawe terbukti destruktif dan rawan disintegrasi. Setelah pilkada langsung diberlakukan, terbukti kemenangan kepala daerah berdampak pada naiknya suara partai di pemilu berikutnya," jelas Agung.
Dia menyoroti celah pengawasan yang melemah dan potensi konflik kepentingan yang belum disentuh dalam revisi undang-undang politik. Yang menurutnya, hal itu perlu menjadi perhatian banyak kalangan. "Putusan MK soal jadwal pilkada membuat pengawasan lebih longgar dan menghapus wacana ad-hoc. Tapi konflik partai dan UU Parpol belum tersentuh dalam paket UU politik. Masalah pilkada bukan sekadar biaya mahal, tapi lemahnya bangunan partai. Idealnya, ekosistem produksi warga menyatu dengan ekosistem politik. Di beberapa desa, suara partai stabil karena ketua koperasi juga kader partai. Ini bukti bahwa basis ekonomi bisa menopang kekuatan politik," kata dia.
Kekhawatiran masyarakat pun tak bisa diabaikan. Mereka menilai pemisahan pemilu ini memberi celah bagi partai pemenang pemilu nasional untuk mengatur strategi politik di daerah, termasuk dalam penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah oleh Mendagri yang dinilai rawan digunakan untuk kepentingan elektoral calon tertentu.
Dengan keputusan MK ini, demokrasi Indonesia tengah memasuki babak baru, lebih terstruktur, tapi juga penuh tantangan tersembunyi. Pertanyaan dan argumen dari para peserta diskusi juga menambah hangat suasana. Sampai menjelang tengah malam, acara baru selesai.
Editor : Aini Arifin