Itulah yang kita saksikan dalam perang Riddah, itu pula yang kemudian terjadi ketika membebaskan Iran dan Syam. Oleh karena itu tak mungkin pembebasan Irak itu dilakukan dengan tiba-tiba, atau Khalid bin Walid berangkat sendiri tanpa ada perintah dari Abu Bakar.
Dari sana kemudian memasuki Hirah ibu kota Banu Lakhm. Iyad bin Ganm diperintahkan berangkat ke Dumat al-Jandal menundukkan penduduknya yang masih membangkang dan murtad. Dari sana ke Hirah.
Menurut Haekal, siapa yang lebih dulu sampai dari kedua jenderal itu maka dialah sebagai pemegang pimpinan tertinggi dan yang memerintah negeri itu.
Sumber kedua ini dapat diterima, kata Haekal, dan kita tidak mengatakan bahwa sumber itu tidak benar mengingat sumber-sumber yang sampai kepada kita masih kacau. Kekacauan itu makin jelas ketika menyebutkan tentang pembebasan Irak dan persiapannya, baik atTabari dan Ibn al-Asir ataupun yang lain masih memperlihatkan keraguan dan sumber-sumber itu satu sama lain tidak saling mendukung.
Komandan Pasukan Memenuhi permintaan Mutsanna bin Harisah asy-Syaibani, Abu Bakar mengangkatnya sebagai komandan pasukan kaumnya untuk menghadapi Persia. Setelah menerima berita kemenangannya di Delta itu, Abu Bakar berpendapat akan mengirimkan bala bantuan agar ia meneruskan ekspedisinya.
Itulah sebabnya ia memerintahkan Khalid bin Walid untuk mengumpulkan kembali anggota pasukannya dan berangkat menyusul Mutsanna. Sudah tentu dia yang akan bertindak selaku panglima. Iyad bin Ganm berangkat ke Dumat al-Jandal untuk menundukkan penduduk yang masih membangkang. Setelah itu meneruskan perjalanan ke kota Hirah di sebelah timur.
Kalau ia sampai sebelum Khalid, maka dialah yang memerintah kota itu dan Khalid sebagai salah seorang panglimanya. Kalau Khalid yang sampai terlebih dulu, maka pemerintahan dan pimpinan militer di tangan Khalid dan dia sebagai salah seorang panglimanya.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan