Hotman juga meragukan keterangan saksi ahli yang dihadirkan di persidangan kala itu.
"Waktu saksi ahli didatangkan di persidangan yang memberatkan Jessica, saksi ahli tersebut berani mengatakan bahwa racun tersebut diletakkan tanggal sekian, jam sekian. Padahal dia diperiksa sebagai saksi. Dia memeriksa kasus tersebut sudah hampir beberapa minggu setelah kematian almarhum," kata Hotman.
"Jadi bagaimana mungkin dia bisa tahu jam berapa diletakkan itu racun. Hanya Tuhan yang tahu apakah ada racun dan apakah diletakkan jam berapa," tambahnya.
Hotman mengatakan, di Eropa dan Amerika, seorang terdakwa tak akan menerima vonis seberat itu jika bukti yang dihadirkan masih mengandung keraguan-raguan.
"Di Eropa dan Amerika, seseorang tidak bisa divonis hukuman berat seperti ini kalau buktinya masih ragu-ragu, kalau buktinya reasonable doubt. (Seharusnya) tidak boleh ada keraguan sedikit pun. Artinya harus ada bukti telak. Dalam kasus Jessica, tidak ada bukti telak," beber Hotman.
Hotman mensinyalir ada "rekayasa" di balik kesaksian tersebut sehingga dicocokkan dengan kehadiran Jessica di kafe Olivier, tempat dia dan Mirna bertemu sekaligus yang menjadi TKP.
"Tapi memang kesaksiannya itu dibuat sedemikian rupa agar dia mengatakan jam sekian racun tersebut diletakkan, karena memang jam segitu bersamaan Jessica sudah di meja. Jadi seolah-olah sudah ada Jessica di TKP pada saat racun tersebut dimasukkan ke dalam gelas, sehingga tentu orang akan beranggapan bahwa satu-satunya yang diduga meletakkan (racun) adalah Jessica karena jamnya bersamaan," beber sang pengacara.
"Itu saya protes keras itu. Karena mana mungkin ahli bisa mengetahui jam berapa racun tersebut dimasukkan kalau dia hanya sebagai ahli," pungkasnya. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan