SIDOARJO, iNews.id - Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan sebesar Rp 1,7 miliar dengan terdakwa Citra Chrissanti Chairani yang digelar di PN Sidoarjo, Rabu (30/8/2023) mengungkap fakta menarik.
Fakta hukum itu terungkap saat saksi korban Lulu Ilmaknun bersama dua saksi lainnya yaitu M Zamroni dan Aris Handoko dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo dan Majelis Hakim yang diketuai Irianto Prijatno Utama dengan dua anggota Agus Pambudi dan Heru Dinarto.
Fakta itu mengungkap, korban Lulu mengenal terdakwa pada tahun 2021. Saat itu terdakwa merupakan guru les dari dua anak korban. Dari situlah, korban tinggal di wilayah Sidoarjo mengaku ditawari terdakwa bisnis pengadaan dari LPSE dengan keuntungan yang besar.
"Keuntungannya 40 persen dari modal dengan tempo dua hari maksimal satu minggu," aku korban Lulu.
Ia mengaku awal menanam modal mulai Rp 3 juta hingga mendapat keuntungan. Merasa ada keuntungan berkali-kali, ia mulai tergiur menanam modal lebih besar hingga ratusan juta rupiah.
Puncaknya sekitar Juni 2022, uang modal korban yang dikeluarkan tak kembali hingga total kerugian mencapai Rp 1,7 miliar. "Kalau pokoknya sekitar Rp 1,7 miliar. Kalau kerugian semua (plus keuntungan) Rp 3 miliaran," aku korban.
Meski demikian, dalam fakta persidangan mengungkap, saksi korban mengajak dua teman lainnya yaitu saksi lainnya yaitu M Zamroni yang alami kerugian Rp 179 juta dan Aris Handoko sebesar Rp 440 juta.
Kedua saksi itu mengaku diajak oleh korban Lulu karena sudah berteman lama. Kedua saksi itu mengaku mendapat broadcast WA yang di dalamnya berisi list harga pengadaan LPSE dari korban Lulu.
Berbeda dengan Lulu yang mendapat keuntungan 40 persen dalam jangka waktu dua hari hingga maksimal satu minggu. Sementara, broadcast WA yang diterima kedua saksi dari Lulu itu menyebutkan keuntungan yang didapatkan 8-20 persen dari modal yang disertor.
"Keuntungan yang kami dapat 8 sampai 20 persen dari modal. Itu waktunya dua minggu," aku Aris yang diamini Zamroni. Keduanya dalam kasus ini hanya sebagai saksi fakta, bukan saksi korban.
Editor : Nanang Ichwan