get app
inews
Aa Text
Read Next : Nenny Yulianny Resmi Jabat Wakil Ketua PN Sidoarjo Kelas 1A Khusus

Diduga Tipu Urusan Tanah, Guru Ngaji di Sidoarjo Dituntut 3 Tahun Penjara

Rabu, 07 Juni 2023 | 13:41 WIB
header img
M Chanan, terdakwa kasus penipuan tanah milik korban Joko Purnomo ketika menjalani sidang di PN Sidoarjo. (Foto : ist).

SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id - M Chanan, guru ngaji di Sidoarjo dituntut pidana penjara selama 3 tahun. Jaksa menyatakan, Chanan terbukti melakukan penipuan terkait tanah total seluas 529 meter persegi di Desa Bohar, Kecamatan Taman, milik korban Joko Purnomo.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa H. M. Chanan dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi dengan masa penahanan terdakwa. Menyatakan terdakwa agar tetap ditahan," ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo Guntur Arief Witjaksono ketika membacakan surat tuntutan dihadapan terdakwa dan majelis hakim PN Sidoarjo, Selasa (6/6/2023).

Dalam surat tuntutan mengungkap, terdakwa M Chanan tterbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penipuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP, sesuai dengan dakwaan kesatu penuntut umum.

Perbuatan terdakwa warga Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo dilakukan antara tahun 2011 sampai 2019. Dalam kurun waktu tersebut, terdakwa melakukan bujuk rayu maupun tipu muslihat mengalihkan objek lahan sertifikat SHM nomor 512 seluas 529 M2 atas nama Siti Rusmala, yang merupakan istri dari korban Joko Purnomo beralih menjadi nama terdakwa.

Penipuan itu berawal dari korban Joko Purnomo membutuhkan uang total Rp111 juta untuk melunasi sisa utang di Bank Danamon cabang Betro, Sedati, Sidoarjo yang diajukan pada 2008 silam.

Utang tersebut hampir macet sehingga korban membutuhkan uang untuk melunasi dan mengambil jaminan sertifikat. Korban akhirnya kenal dengan terdakwa sebagai guru ngaji.

Dari situlah, korban meminta tolong ke terdakwa, hingga akhirnya terdakwa sanggup meminjami uang untuk melunasi hutang korban tersebut dengan ketentuan setiap tahun bunga sebesar Rp10 juta.

Usai sepakat, pada 28 Juni 2011 silam, terdakwa dan korban akhirnya mendatangi pihak bank untuk melunasi hutang tersebut. Hutang yang awalnya Rp111 juta ternyata mendapatkan potongan hingga akhirnya sisa hutang tinggal Rp80 juta saja.

"Terdakwa akhirnya membayar sisa hutang tersebut dengan nominal Rp 80 juta. Akan tetapi, terdakwa mengatakan utang korban masih tetap Rp111 juta," jelas Jaksa.

Setelah hutang lunas, sertifikat milik korban tersebut akhirnya keluar dan diminta terdakwa untuk diserahkan kepadanya untuk menjamin utang tersebut. Korban akhirnya menyerahkan sertifikat tersebut kepada terdakwa.

Namun, baru empat bulan usai utang dilunasi, terdakwa meminta korban untuk membayar utang tersebut dengan alasan untuk membayar hutang ke pihak lain. Karena korban tak kunjung membayar, terdakwa akhirnya menyampaikan kepada korban untuk mengajukan kredit di BPR Sidoarjo dengan jaminan SHM milik korban dan disetujui.

Dari situlah terdakwa mulai menyusun siasat, korban akhirnya disuruh terdakwa menanda tangani Surat Pengikatan Jual Beli dan Surat Kuasa Menjual di Notaris Sri Yuliatin, Notaris Mojokerto. Surat tersebut beralasan untuk syarat kredit ke BPR Sidoarjo.

Nyatanya, kredit tersbut tidak pernah diajukan terdakwa. Bahkan, utang korban justru tembus sebesar Rp180 juta. Tak hanya sampai, pada 2016 terdakwa kembali bersiasat kepada korban jika dirinya menjaminkan sertifikat korban ke Bank Bukopin Syariah Waru Sidoarjo dan dengan alasan agar tanah dan rumah korban tidak dilelang.

Dengan alasan itu, korban diminta uang sebesar Rp43 juta agar objek tidak dilelang. Korban akhirnya mencari hutang lain membayar biaya tersebut kepada terdakwa. Tak hanya itu, terdakwa juga meningkatkan IJB dan Kuasa Jual yang dibuat di Notaris Sri Yuliatin menjadi Akta Jual Beli (AJB) di Notaris Yuli Ekawati di Sidoarjo.

Ternyata, terdakwa yang mengaku menjaminkan sertifikat objek itu ke BPR Sidoarjo hingga ke Bank Bukopin Syariah, termasuk rencana objek dilelang tak pernah dilakukan terdakwa. Justru, terdakwa membaliknamakan SHM nomor 512 luas 529 meter persegi atas nama Siti Rusmala kepada dirinya.

Balik nama itu dilakukan terdakwa ke BPN Sidoarjo pada 2018 silam. Sertifikat yang awalnya milik Siti Rusmala akhirnya beralih atas nama M Chanan, terdakwa.

Tak hanya itu, terdakwa juga memecah objek seluas 529 meter persegi menjadi bidang yaitu SHM Nomor : 1274 seluas 194 meter dan Nomor : 1275 seluas 335 meter persegi. Sementara satu sertifikat yang dipecah yaitu SHM Nomor : 1274 seluas 194 meter persegi dijual terdakwa kepada saksi Asmat Patel seharga Rp312,2 juta pada 2019 silam.

Sedangkan, SHM Nomor : 1275 seluas 335 meter persegi atas nama terdakwa M Chanan saat ini masih belum dijual. Bahkan, objek tersebut juga ada rumah yang dihuni korban. Akibat perbuatan terdakwa tersebut, korban mengalami kerugian Rp1,543 miliar.

Editor : Nanang Ichwan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut