JAKARTA, iNewsSidoarjo.id – KH Hasyim Asy’ari wafat pada 7 Ramadan 1366 H yang bertepatan dengan 25 Juli 1947. Wafatnya Pendiri NU itu meninggalkan kesedihan mendalam bagi umat Islam.
Apalagi saat itu Indonesia tengah berjuang melawan penjajah Jepang dan agresi militer Belanda II.
Dilansir dari iNews.id, Selasa (25/7/2023) melalui laman nu.or.id, KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) mencatat, pada 21 Juli 1947 Belanda melakukan serangan secara tiba-tiba di wilayah Republik Indonesia.
Dalam serangan kejutan tersebut, banyak korban berjatuhan, terutama para pejuang santri, baik dari Hizbullah dan Sabilillah. Hampir setiap hari umat Islam melakukan gerakan batin di samping kesiapsiagaan militer.
Tiap-tiap sembahyang dilakukan qunut nazilah, sebuah doa khusus untuk memohon kemenangan dalam perjuangan. Sebab serangan pada 21 Juli 1947 itu, daerah RI semakin menciut.
Istilah KH Saifuddin Zuhri tinggal selebar godong kelor (daun kelor). Daerah tersebut hanya meliputi garis Mojokerto di sebelah Timur dan Gombong (Kebumen) di sebelah barat dengan Yogyakarta sebagai pusatnya saat itu.
Kota Malang jatuh dalam agresi Belanda 21 Juli 1947 tersebut. Jatuhnya kota perjuangan pusat markas tertinggi Hizbullah-Sabilillah ini cukup mengejutkan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.
Ketika berita musibah itu disampaikan oleh Kiai Gufron (Pemimpin Sabilillah Surabaya), Kiai Hasyim Asy’ari sedang mengajar ngaji.
Begitu berita buruk itu disampaikan, Kiai Hasyim Asy’ari seketika memegangi kepalanya sambil berzikir menyebut nama Allah SWT: “Masyaallah, Masyaallah!” lalu pingsan tak sadarkan diri.
Hadratussyekh mengalami pendarahan otak setelah diperiksa. Dokter yang didatangkan dari Jombang tidak bisa berbuat apa-apa karena keadaannya telah parah.
Editor : Nanang Ichwan
Artikel Terkait