Microburst umumnya terjadi saat ketinggian dasar awan cumulonimbus berada diatas lapisan beku atmosfer atau freezing level sehingga membentuk butiran air atau water droplet yang beku dan sangat dingin di dalam awan CB tersebut yang semakin lama memiliki massa yang lebih berat karena mekanisme pengangkatan atau uplit.
“Masa butiran air yang menjadi sangat berat tersebut tidak lagi mampu ditahan oleh gerakan udara ke atas sehingga butir hujan jatuh dengan nilai percepatan yang besar dan mengakibatkan hujan jatuh sangat deras dan disertai angin kencang. Percepatan hujan yang turun ini juga dipengaruhi oleh gerakan aliran massa udara turun atau downburst yang ada di bagian bawah awan CB,” tuturnya.
Efa mengatakan fenomena downburst berbeda dengan angin puting beliung meskipun sama-sama timbul dari awan jenis cumulonimbus dan sama-sama merusak tetapi bentuk fenomenanya berbeda.
“Secara fisik fenomena puting beliung bentuknya memutar seperti spiral atau seperti belalai yang turun dari awan ke permukaan. Sedangkan Downburst bentuknya lebih menyebar dan dirasakan seperti hembusan angin yang kencang yang turun secara vertikal dari dasar awan," katanya.
Seperti halnya puting beliung, fenomena Downburst cukup sulit untuk dideteksi dan diprediksi karena fenomena ini terjadi dalam skala waktu yang singkat dan area yang sempit.iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait