Kaur Keuangan hingga Sekdes Terlibat Skandal Dugaan Korupsi Entalsewu Buduran Sidoarjo
SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id – Lima sosok dengan posisi strategis di lingkungan Pemerintah Desa Entalsewu, Kecamatan Buduran, resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana bantuan pihak ketiga senilai Rp3,6 miliar.
Penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri Sidoarjo menemukan bahwa para tersangka berinisial M, YDS, ARW, RI, dan AHP memiliki peran berbeda dalam alur penerimaan hingga penggunaan dana kompensasi yang tidak pernah tercatat dalam APBDes 2022.
Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo Jhon Franky Yanafia Ariandi mengungkapkan, empat tersangka langsung ditahan di Cabang Rutan Kelas I Surabaya, sementara satu tersangka lain, AHP, mendapat penahanan kota karena alasan kesehatan. “Sementara, AHP dikenakan penahanan kota dengan alasan kesehatan,” ujar Jhon ke iNews Sidoarjo, Kamis (11/12).
Ia menegaskan bahwa seluruh tersangka memiliki kontribusi dalam penyimpangan pengelolaan dana. “Seluruhnya memiliki keterlibatan dalam mekanisme penerimaan dan penggunaan dana kompensasi yang tidak sesuai aturan,” imbuhnya.
Profil dan Peran Para Tersangka: M, Ketua RW 01 sekaligus ASN Dinas Perikanan Sidoarjo, diduga terlibat dalam proses penerimaan dan distribusi dana kompensasi. RI, Ketua RW 02 periode 2019–2024, diduga ikut mengarahkan penggunaan dana di luar mekanisme sah desa.
YDS, warga eks Gogol dan ASN Satpol PP, turut menerima serta mengatur penyaluran dana ke sejumlah pihak. ARW, perangkat desa yang menjabat sebagai Kaur Keuangan, berperan dalam aliran dana yang tidak dibukukan dalam APBDes 2022.
AHP, Sekretaris Desa Entalsewu, diduga mengetahui sekaligus memberi persetujuan penggunaan dana di luar aturan formal pemerintahan desa. Dari proses penyidikan, terungkap bahwa Rp2,08 miliar digunakan untuk berbagai kegiatan, mulai pembagian ke warga eks gogol, ketua RT, pembangunan tempat ibadah, pembangunan jalan, hingga pengurukan makam di Dusun Pendopo.
Namun, Jhon Franky menegaskan bahwa seluruh penggunaan dana tersebut tidak memiliki dasar hukum. “Penggunaan dana itu tidak didasarkan pada peraturan desa yang sah dan tidak memiliki pertanggungjawaban yang jelas. Bahkan terdapat dana sekitar Rp601 juta yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi beberapa pihak,” tegasnya.
Sementara itu, sisa dana Rp919 juta disimpan ke rekening kas desa tanpa musyawarah desa dan tanpa pencatatan resmi, sebuah tindakan yang kembali menegaskan adanya penyimpangan sistematis dalam pengelolaan keuangan desa.
Penyidik memastikan proses hukum akan berjalan hingga seluruh pihak dimintai pertanggungjawaban. “Perbuatan para tersangka ini telah menimbulkan kerugian bagi keuangan desa dan memenuhi unsur tindak pidana korupsi, baik dalam pengelolaan APBDes maupun penyalahgunaan dana bantuan pihak ketiga,” tutupnya.
Editor : Aini Arifin