Rina Ungkap Perdagangan Organ dalam Sidang di PN Sidoarjo

SIDOARJO – Pengakuan memilukan Rina membuka tabir gelap praktik perdagangan ginjal lintas negara yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Selasa (3/6) petang.
Dalam sidang lanjutan kasus tersebut, Rina mengungkap dirinya terpaksa menyetujui menjual ginjal karena tekanan ekonomi dan desakan suaminya sendiri, terdakwa Mochamad Baharudin Amin. “Saya tidak tahu jualnya di mana, semua yang tahu suami saya. Jadi saya manut saja,” tutur Rina Alifia Hayuning Mas, saat bersaksi di hadapan majelis hakim.
Ia menceritakan bahwa ia tak mengetahui detail transaksi maupun lokasi penjualan ginjal. Semua diatur oleh suaminya bersama dua terdakwa lainnya, Ayu Wardhani Sechathur (29) dan Achmad Farid Hamsyah (32). “Saya hanya disuruh ikut, semua diurus mereka. Saya tidak pernah bicara banyak, semua yang atur suami saya dan Farid,” ujarnya.
Dalam sidang itu, turut dihadirkan saksi Siti Nurul Haliza, pembeli ginjal asal Makassar. Rina mengisahkan bahwa mereka sempat melakukan perjalanan ke Makassar untuk bertemu dengan Siti dan ibunya yang tengah sakit.
Di sana, tercapai kesepakatan harga sebesar Rp 600 juta untuk satu ginjal. “Yang bayar pesawat semua Mas Farid. Tapi katanya nanti uangnya diganti sama yang beli ginjal,” jelasnya.
Upaya transplantasi ginjal yang rencananya akan dilakukan di India akhirnya gagal total. Saat hendak terbang melalui Bandara Juanda, mereka dicurigai petugas imigrasi. “Saya disuruh Farid bilang ke petugas kalau sakit kulit kepala. Tapi petugas curiga, akhirnya kami dibawa ke ruang imigrasi,” bebernya.
Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa suaminya, Baharudin, ternyata sudah pernah lebih dulu menjual satu ginjalnya di Jakarta, dua tahun lalu.
Ia juga menjelaskan bahwa perekrutan calon donor dilakukan melalui grup Facebook. “Selang dua hari setelah melihat postingan di Facebook, saya dipaksa ikut juga untuk donor. Tapi belum sempat, sudah keburu diamankan petugas,” ungkapnya. Sidang akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan. (dik)
Editor : Aini Arifin