Sunu mengklaim, AFPI selalu mengawasi semua anggotanya yang merupakan platform fintech p2p lending berizin OJK terkait agar tetap mematuhi regulasi dan code of conduct yang berlaku.
“Kami berharap permasalahan ini dapat dituntaskan dan menentukan pihak yang bersalah sehingga tidak hanya didasarkan pada asumsi seperti saat ini,” kata Sunu.
Sebelumnya, kisah viral itu dibagikan akun Twitter/X @rakyatvspinjol, Minggu (17/9/2023). Dia menjelaskan korban merupakan seorang ayah dengan anak berusia 3 tahun.
Semula, K meminjam uang di salah satu platform pinjol senilai Rp9,4 juta. Akan tetapi, K harus mengembalikan pinjaman hingga Rp19 juta. Teror debt collector lantas berdatangan. Tak hanya terhadap keluarga, teror itu juga menyasar kantor korban. Alhasil, K mengalami PHK (pemutusan hubungan kerja) oleh kantornya.
"K, sebagai seorang pegawai honorer di salah satu kantor pemerintahan dengan kontrak 5 tahun lalu dipecat karena telepon yang masuk ke kantor sudah dirasa sangat mengganggu," tulis @rakyatvspinjol, dilihat Selasa (19/9/2023).
Usai dipecat, istri dan anak K memilih pulang ke rumah orang tuanya. Tak hanya itu, K turut menerima teror order fiktif ojek online (ojol) ke rumahnya. Tak tanggung-tanggung, teror order fiktif itu mencapai enam pesanan per hari. Pihak keluarga lantas berupaya memediasi K dan istrinya.
Saat itu, K mulai terbuka dan menceritakan permasalahan yang menimpanya akibat jeratan pinjol. Sang istri pun masih enggan pulang ke rumahnya karena takut. Tepat dua hari setelah mediasi, teror dari debt collector tetap berlanjut.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan