get app
inews
Aa Read Next : Pratama Arhan Bobol Gawang Taiwan vs Indonesia 0 – 9 Gigit Jempol Usai Menang, Ini Arti Selebrasinya

Amir Syarifuddin Ditembak Mati di Solo, Tokoh Pemberontakan PKI Madiun 1948

Minggu, 06 Agustus 2023 | 16:15 WIB
header img
Amir Syarifuddin merupakan tokoh yang dianggap paling bertanggung jawab atas meletusnya pemberontakan PKI Madiun 1948. Dia akhirnya ditangkap dan ditembak mati. Foto: Wikipedia

SOLO, iNewsSidoarjo.id – Amir Syarifuddin merupakan bekas Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus tokoh yang dianggap paling bertanggung jawab atas meletusnya pemberontakan PKI Madiun 1948.

Dia akhirnya ditangkap dan ditembak mati. Karir politik Amir Syarifuddin yang pernah mengetuai delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda di atas kapal Renville berakhir usai pemberontakan PKI Madiun 1948.

Dia ditangkap pada 30 November 1948, yakni setelah meletus peristiwa Madiun. Amir Syarifuddin diringkus di wilayah Kelambu, Purwodadi, Jawa Tengah bersama dua orang kolega politiknya, yakni Harjono (ketua SOBSI) dan Suripno (mantan menteri).

Ketiganya dijebloskan ke dalam penjara Kudus, Jawa Tengah. Penangkapan itu memperlihatkan alur gerak politik Amir Syarifuddin berputar begitu cepat. Pada 7 September 1948, Amir yang meninggalkan Yogyakarta bersama Musso dan Harjono, masih melakukan roadshow politik.

Amir Syarifuddin tercatat bukan lagi perdana menteri dan menteri pertahanan. Pada 22 Januari 1948, Soekarno atau Bung Karno secara resmi mengumumkan pengunduran diri pemerintahan.

Soekarno telah menunjuk Wakil Presiden Moh Hatta untuk membentuk pemerintah baru. Amir kemudian memutuskan keluar dari ibu kota Yogyakarta. Laki-laki kelahiran Medan 27 April 1907 itu terus bergerak.

Terhitung mulai 7 September 1948, Amir selama sepekan menghadiri rapat-rapat umum yang berlangsung di sejumlah daerah. Pada 7 September 1948 Amir hadir di kongres serikat buruh gula di Solo, Jawa Tengah.

Kemudian pada 8 September 1948 menghadiri kongres di Madiun, 10 dan 11 September 1948 hadir di Kediri, 13 September 1948 hadir di Jombang, 14 September 1948 di Bojonegoro, 15 September 1948 di Cepu dan 17 September 1948 di Purwodadi Jawa Tengah.

Dikutip dari sindonews.com, Minggu (8/6/2023) dalam buku Mencari Kiri, Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka (2011) disebutkan Amir sempat bermalam di Purwodadi.

Di malam yang sama itu, pergolakan panas telah terjadi di Madiun. Soemarsono, Ketua Komite tetap Kongres Pemuda yang bertempat di Madiun melakukan gerakan yang menekan tentara.

Semua kesatuan tentara yang dianggap mengganggu keamanan umum kota, ia lucuti. Soemarsono secara radikal mengganti residen Sumadikun yang tidak di tempat dengan Wakil Wali Kota Supardi dari FDR. Suhu politik Madiun pun sontak panas.

Pada 18-19 September 1948 malam, Amir beserta rombongan, yakni termasuk Musso bergerak ke Madiun. Mereka datang untuk memenuhi permintaan pimpinan FDR setempat. Presiden Soekarno pada 19 September 1948 petang menyebut peristiwa Madiun sebagai kudeta.

Bung Karno mengutuk kudeta PKI Musso dan Amir Syarifuddin di Madiun. Bung Karno juga berseru kepada golongan loyalis untuk merebut Madiun.

“Pilih Soekarno-Hatta atau Musso dengan PKI nya,” tegas Soekarno.

Amir Syarifuddin tidak tinggal diam. Pada 23 September 1948 ia berusaha membalas Soekarno dengan pidato tandingan yang menyatakan menolak tuduhan kudeta. Amir juga berusaha mendinginkan suasana politik.

“Pidato Amir melalui radio Madiun menolak tuduhan kudeta kaum komunis di Madiun, dan berusaha meredakan suasana,” ujarnya.

Pemerintahan Soekarno kukuh menganggap peristiwa Madiun yang berhasil dipadamkan sebagai upaya pemberontakan. Amir yang menjalani interview di penjara Kudus pada 2 Desember 1948, tetap menyangkal tuduhan kudeta yang direncanakannya.

Dua hari kemudian atau 4 Desember 1948, Amir bersama dua koleganya dipindah ke rumah tahanan di Benteng Yogyakarta. Sebelumnya ia diarak keliling kota sebagai pesakitan politik. Masih di bulan Desember 1948, Amir secara diam-diam dibawa ke Solo, Jawa Tengah.

Ia diangkut dengan truk bersama sebelas orang tahanan politik lain. Pada tengah malam 19 Desember 1948, Amir Syarifuddin, bekas perdana menteri dan menteri pertahanan RI, dieksekusi di wilayah Desa Ngalihan, dekat Solo. Ia pesakitan pertama yang menjalani eksekusi tembak mati. iNewsSidoarjo

Editor : Yoyok Agusta Kurniawan

Follow Berita iNews Sidoarjo di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut