BANTUL, iNewsSidoarjo.id - Pemicu gempa bumi magnitudo 6,0 di Bantul, DIY karena adanya tumbukan lempeng Samudra Indo-Australia atau Samudra Hindia di bawah lempeng Eurasia yang ada di bawah Pulau Jawa.
Gempa yang sebelumnya disebut magnitudo 6,4 ini akan terus terjadi susulan karena lempeng masih aktif.
"Nah itu maka ada energi yang terlepas akibat tumbukan tadi dipicu oleh adanya bagian yang patah dari proses tumbukan tadi," ungkap Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorawati Karnawati ketika mendampingi Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X meninjau beberapa kerusakan akibat gempa di Gunungkidul dan Bantul, dikutip dari SINDOnews.com Minggu (2/7/2023).
Namun, karena bebatuannya yang cukup terjal maka gempa-gempa susulan ini relatif jumlahnya. Saat ini, gempa susulan sudah tidak banyak, semakin jarang dan kekuatannya semakin melemah.
Tren gempa susulan setelah gempa kemarin memang terus mengalami penurunan dan semakin jarang. Di mana selang waktunya semakin jarang dan kekuatannya semakin melemah sampai terendah 2,8 itu.
Gempa itu tidak dirasakan oleh manusia, hanya dirasakan oleh alat saja. "Sehingga semakin stabil lah bahasa mudahnya. Kita catat tadi terakhir masih 47 kali (gempa susulan)," katanya.
Dwikorawati menjelaskan, gempa lain bisa saja terjadi karena potensi zona subduksi selatan laut jawa yang saat ini terus saja aktif. Beberapa kejadian gempa tidak hanya di wilayah selatan DIY, Tetap di beberapa titik itu terus terjadi.
Pihaknya terus mencatat adanya gempa-gempa lain. Karenanya gempa semacam ini kemungkinan masih akan terjadi lagi, karena memang zonanya aktif. Namun kekuatannya belum bisa diprediksi.
Pihaknya memprediksi yang tertinggi itu misalnya yang megathust, kekuatannya sampai magnitudo 8,8. "Itu kemungkinan yang tertinggi. Tapi semoga tidak terjadi. Kemungkinan ada, potensi ada. Potensinya masih ada lah, masih aktif," ujar dia.
Dwikorawati kemungkinan terjadi patahan akibat tumbukan lempeng tadi malam. Karena akibat tumbukan antar lempeng tersebut menjadikan lempeng melengkung. Jika ketika patah maka energinya akan terlepas karena sebelumnya sudah terakumulasi dan tidak bisa keluar.
"Nah ini kan lengkung ini, yang lengkung ini patah ya yang kontak numbuk ini patah ke atas gitu. Nah waktu patah itu energinya yang tadinya terakumulasi saat numbuk ini kan terakumulasi energi gak bisa keluar, tapi begitu ada patah, ada celah untuk keluar. Maka dirasakan sebagai gelombang gempa,"ujarnya.
Dibanding 2006, lanjutnya, sebenarnya episentrumnya sedikit lebih besar. Namun karena pusat gempa di tengah laut dengan kedalaman 67 kilometer maka dampaknya tidak seperti gempa magnitudo 5,9 tahun 2006. Di mana kala itu pusat gempa berada di daratan dan kedalamannya hanya 12 km.
"Jadi kurang lebih magnitudonya sama hanya posisinya yang di darat dan di laut itu. Dan tidak cukup untuk membangkitkan tsunami, kekuatan 6 itu belum cukup untuk membangkitkan tsunami meskipun patahannya naik," terangnya.
Dwikowati juga menyebut zona gempa ini tahun 2009 lalu, karena berada lebih ke timur. Di mana tahun 2009 lalu berada di lebih barat yaitu di Pantai Pangandaran. Kekuatan gempa 2009 lebih besar sehingga memicu tsunami setinggi 7 meter.
Dwikorawati menyebut lempeng itu panjang sekali dari sebelah barat Aceh terus sebelah barat Sumatera melewati selatan jawa sampai ke timur, ke NTT. Dan di sepanjang zona ini secara bergantian terjadi gempa-gempa itu. Pasalnya zona zona ini bergerak terus sehingga aktivitas numbuk itu jalan terus.
"Sudah jutaan tahun jalan terus," tutupnya. iNewsSidoarjo.id
Editor : Nanang Ichwan