JAKARTA, iNewsSidoarjo.id - Deretan tokoh pejuang Indonesia yang belum diakui sebagai pahlawan nasional. Pada tahun 2021 lalu, tercatat ada 180 orang pria dan 15 orang wanita sudah tercatat dalam daftar pahlawan nasional.
Terbaru terdapat lima pahlawan nasional yang baru ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada awal November 2022, seperti Ahmad Sanusi, Soeharto Sastroeyoso, Rubini Natawisastra, Salahuddin bin Talabuddin, dan Paku Alam VII.
Melangsir dari iNews.id selama kurun waktu tahun 2022 sudah tercatat 200 orang ditetapkan sebagai pahlawan nasional, namun masih banyak tokoh pejuang Indonesia yang belum diakui sebagai pahlawan nasional.
Jika dilihat dari biografi tokoh pejuang yang belum diakui sebagai pahlawan, beberapa tokoh pejuang telah berkontribusi untuk Indonesia.
Berikut deretan tokoh pejuang Indonesia yang belum diakui sebagai pahlawan nasional.
1. Abdul Moeis Hasan Pria kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur pada 2 Juni 1924 ikut serta berjuang di masa kemerdekaan. Abdul Moeis Hasan semasa muda telah memberikan kontribusi dalam pergerakan nasional. Ketika berusia 16 tahun, Abdul Moeis Hasan telah mendirikan ROEPINDO (Rukun Pemuda Indonesia) dan BPPR (Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat).
Lewat dua organisasi yang ia dirikan, Abdul Moeis Hasan berhasil menyatukan pemuda Kalimantan Timur pada kemerdekaan Indonesia 1945. Namun, setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan, Samarindah dan Kalimantan Timur masih berpihak dengan pemerintah Belanda.
Mengetahui hal ini Abdul Moeis Hasan tidak ambil diam, dirinya lalu membuat gerakan partai lokal bernama Ikatan Nasional Indonesia (INI) sebagai wadah untuk diplomasi dengan pemerintah lokal. Usaha Abdul Moeis Hasan berbuah manis, lewat gerakannya di partai lokal membuat Samarinda dan Kalimantan Timur sepakat bergabung dengan Republik Indonesia Serikat pada 1949 silam.
Namun, perjuangan dan karier politik Abdul Moeis Hasan ternodai dengan tuduhan sebagai antek PKI dari lawan politiknya saat ia masih menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur.
Abdul Moeis Hasan akhirnya memutuskan mundur dan memilih aktif di kegiatan sosial sampai akhir hidupnya. Mengetahui hal ini Abdul Moeis Hasan tidak ambil diam, dirinya lalu membuat gerakan partai lokal bernama Ikatan Nasional Indonesia (INI) sebagai wadah untuk diplomasi dengan pemerintah lokal.
Usaha Abdul Moeis Hasan berbuah manis, lewat gerakannya di partai lokal membuat Samarinda dan Kalimantan Timur sepakat bergabung dengan Republik Indonesia Serikat pada 1949 silam.
Namun, perjuangan dan karier politik Abdul Moeis Hasan ternodai dengan tuduhan sebagai antek PKI dari lawan politiknya saat ia masih menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur. Abdul Moeis Hasan akhirnya memutuskan mundur dan memilih aktif di kegiatan sosial sampai akhir hidupnya
2. Abdul Rozak Abdul Rozak lahir di Komering, Sumatera Selatan pada tahun 1891, ia termasuk pejuang yang berkontribusi dalam pergerakan nasional. Abdul Rozak merupakan tokoh politik yang mendukung kemerdekaan Indonesia dari kependudukan Jepang.
Saat masih di Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia Raya, ia bolak-balik dipenjara dan disiksa oleh pasukan kekaisaran Jepang.
Pada deklarasi kemerdekaan Indonesia, Abdul Rozak berperan penting dalam penyiaran berita kemerdekaan Republik Indonesia ke daerah pelosok Sumatera. Berkat jaringan yang ia miliki di seluruh marga, berita kemerdekaan Indonesia membuat rakyat Sumatera bersatu untuk mengusir Jepang dari Pulau Sumatera.
Selama awal kemerdekaan Indonesia, Abdul Rozak juga terlibat dalam perjuangan di agresi militer satu dan dua.
3. Mangaraja Hezekiel Manullang Mangaraja Hezekiel Manullang sosok pejuang dari tanah Sumatera. Mangaraja berjuang melalui karya jurnalistik yang ia tekuni. Pria kelahiran Batak ini dikenal sebagai seorang jurnalis yang paling vokal yang pernah ada di Indonesia.
Sepak terjang Mangaraja tidak diragukan lagi, ia merilis lima surat kabar berbau provokatif yang terus memojokan pemerintah Belanda.
Isu yang ia bawa dalam rilisan surat kabar tersebut mengenai perampasan tanah pribumi oleh pemerintah Belanda. Ulasan dari Mangaraja dianggap berbahaya dan menyudutkan. Tulisannya yang berbahaya dan provokatif membuat Mangaraja Hezekiel Manullang harus mendekam di penjara.
Semasa hidupnya, ia pernah mendirikan tujuh sekolah di Jawa sebagai bentuk perlawan akademisi yang independen. Mangaraja Hezekiel Manullang wafat pada tahun 1979.
Menurut informasi dari berbagai sumber, nama Mangaraja Hezekiel Manullang sudah diajukan sebagai pahlawan nasional pada Maret 2022.
4. Fatimah Daeng Takontu Fatimah Daeng Takontu merupakan pejuang dari tanah Sulawesi Selatan dan seorang putri dari Raja Gowa, Sultan Hasanuddin. Fatimah Daeng Takontu semasa kecil dikelilingi nuansanya perjuangan yang membuat dirinya menjadi sosok pemberani, hal inilah membuat putri Sultan Hasanuddin mendapat julukan 'Garuda Betina dari Timur'.
Berdasarkan catatan dari buku Profil Sejarah Budaya dan Pariwisata Goa, sosok Fatimah Daeng Takontu digambarkan sebagai seorang perempuan gagan berani memerangi VOC di laut Banten dan Kalimantan.
Selama berperang dengan VOC, Fatimah Daeng Takontu dipercaya memimpin pasukan bernama BAINENA, satuan pasukan yang hanya terdiri dari para perempuan.
Demikianlah deretan tokoh-tokoh pejuang Indonesia yang belum diakui sebagai pahlawan nasional. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan