Lebih jauh ia menerangkan, pada poin ketiga bahwa kliennya hanya menerima titipan uang sebagaimana berita acara rapat desa, pada rapat pergantian pengurus masjid lama kepada pengurus baru untuk mengadakan lahan dan membangun kembali TPQ Masjid Istiqomah yang telah di beli oleh BPLS dengan dana APBN.
Namun uang tersebut dimasukkan ke rekening bersama dari pengurus masjid lama yaitu Maduka, Fatkhul Mubin, dan Nurul Hidayat sebesar Rp. 297,1 juta.
"Uang tersebut kemudian diserahkan kepada klien kami sesuai kwitansi dari tersangka Maduka. Kemudian diserahkan kepada termohon (penyidik) dengan hanya diberi tanda terima penyerahan barang bukti dan tidak ada serta diberikan berita acara penyitaan," ulasnya.
Pada poin empat, Syafrudin menilai ditetapkannya kliennya sebagai tersangka oleh termohon dan disangkakan pasal 12 huruf e jo. Pasal 8 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya berupa surat pernyatan atas dana yang di bawa dan diamankan pemohon dan dibuat oleh pemohon dalam tekanan, ancaman, dan intimidasi.
"Pada waktu pemeriksaan dan disaksikan oleh kuasa hukum pemohon yang sudah dicabut dan tidak ditandatangani oleh kuasanya dalam berita acara pemeriksaan," ungkapnya.
Tak hanya itu, pada poin kelima, ungkap Syarifudin, bahwa klienya saat diperiksa sebagai saksi tanpa didampingi oleh kuasa hukum dan atau juga tidak pernah ditawarkan untuk didampingi kuasa hukum.
"Padahal, dalam pasal dugaan yang disangkaan yang dituduhkan dan diterapkan oleh penyidikan dari termohon ini hukuman maksimalnya lebih dari 5 tahun," akunya.
Sementara pada poin enam, Syafrudin mengaku bahwa penetapan tersangka itu hanya didasarkan pada keterangan saksi M, yang merupakan saksi mahkota.
"Sebagai saksi mahkota adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan KUHAP, terutama atas kesaksian dari M. sebagai Tersangka Utama dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan atau atas kesaksian dari M, bukan merupakan tindakan balasan atas suatu rasa sakit hati," ulasnya didampingi tim lainnya, Pawit Syarwani, Riyadi, M Fahmi dan Djauhari T Suwarno.
Meski demikian atas permohonan praperadilan tersebut, pihak Kejari Sidoarjo telah menyiapkan jawaban. Hakim praperadilan Irwan Efendi memberikan waktu pada Selasa (8/11/2022) besuk.
"Besuk kami berikan waktu untuk jawaban dari termohon," ucapnya yang langsung dijawab kesiapan dari termohon. "Baik yang Mulia, besuk kami berikan jawaban," ungkap dua Jaksa Kejari Sidoarjo yang menghadiri sidang praperadilan tersebut.
Perlu diketahui, Syaroni Aliem ditetapkan tersangka oleh penyidik Kejari Sidoarjo atas kasus dugaan korupsi ganti rugi korban lapindo di luar peta area terdampak (PAT) yang diganti lewat APBN pada 2013 lalu.
Syaroni diduga membawa uang total Rp 297,1 juta uang ganti rugi yang dititipkan kepadanya pada tahun 2019 silam. Uang tersebut diduga tidak dimasukan ke rekening desa, melainkan dibawa tersangka.
Kini, uang tersebut telah dikembalikan ke penyidik Kejari Sidoarjo oleh tersangka yang saat ini menjadi tahanan kota itu. Selain dia, ada 11 tersangka lainnya terdiri dari swasta, Desa Gempolsari, pegawai Pemda, BPN dan BPLS terkait kasus ganti rugi tersebut. Para tersangka saat ini menjadi tahanan kota.
Editor : Nanang Ichwan