
SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id- Ancaman terhadap jurnalis di Indonesia semakin nyata. Sejumlah tantangan muncul, mulai dari tekanan politik, persaingan dengan influencer dan buzzer, hingga ancaman teknologi seperti kecerdasan buatan (AI). Kondisi-kondisi itu menjadi materi hangat dalam perbincangan bertajuk Tadarus Jurnalistik yang digelar Forum Wartawan Sidoarjo (Forwas) di Balai Wartawan Sidoarjo, Kamis (27/3/2025) malam.
Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer Panca, yang menjadi pemateri dalam kegiatan ini menyoroti kondisi pers di era pemerintahan baru. Ia menilai ada kekhawatiran dari kalangan jurnalis dan masyarakat sipil terhadap kebebasan pers. “Pernyataan presiden yang menyebut pers nasional harus mendukung kepentingan negara menjadi tanda tanya besar. Ditambah dengan rencana revisi UU TNI yang memungkinkan intervensi di ranah siber. Bisa jadi, kritik pers dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara,” ungkapnya.
AJI mencatat ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2024. Mulai dari kekerasan fisik, hingga penolakan, ancaman, intimidasi, hingga teror seperti yang terjadi terhadap media Tempo. Solidaritas dan penguatan kapasitas jurnalis menjadi kunci untuk bertahan di tengah kondisi yang semakin kompleks. "Seperti Tempo diteror sikap media lainnya akhirnya turut serta mendukung dengan menaikan kejadian tersebut,” jelasnya.
Selain itu, tantangan media saat ini juga datang dari aspek ekonomi. Jurnalis harus bersaing dengan influencer dan buzzer yang lebih mudah dikendalikan karena memiliki massa besar. Belum lagi kehadiran AI yang mengancam pekerjaan jurnalis. “Banyak kantor berita melakukan efisiensi akibat AI. Dampaknya, PHK massal terjadi,” lanjut Eben.
Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Suryanto, menyoroti tantangan yang dihadapi jurnalis foto saat meliput aksi massa. Ia mencontohkan demo menolak revisi UU TNI di Grahadi, Surabaya. “Banyak peserta aksi berlindung di balik jurnalis. Ini berisiko tinggi, karena bisa saja jurnalis ikut menjadi sasaran serangan,” ujarnya.
Menurutnya, fotografer jurnalistik harus memiliki strategi mitigasi. Selain memahami teknis pengambilan gambar dalam situasi berisiko, mereka juga perlu memastikan keamanan alat kerja seperti kamera dan kartu memori. Sementara itu, Ketua Forum Wartawan Sidoarjo (Forwas) M Taufik menilai kondisi di Sidoarjo masih relatif aman. Namun, ia mengingatkan agar jurnalis tetap waspada. “Sidoarjo belum sekeras daerah lain. Tapi bukan berarti kita lengah. Kita harus tetap sadar akan potensi ancaman,” ujarnya.
Diskusi berlangsung gayeng sampai menjelang tengah malam. Forum diskusi ini merupakan acara rutinan di bulan Ramadan, yang digelar para wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Sidoarjo.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait