Lalu, naik lagi pada 2022 sebesar Rp431 triliun dan Rp476 triliun di 2023. "Dari angka-angka itu memang ada pertanyaan besar, apakah ada kepentingan yang muncul, yakni kepentingan politik," jelas Ninasapti.
Dia mengatakan peningkatan bansos seharusnya hanya bisa terjadi dalam situasi insidental seperti di masa Covid-19, dan menjadi aneh jika pada 2024 pertumbuhan angka dana bansos sedemikian tinggi. Tambahan dananya pun diperoleh dengan memotong anggaran sehingga perlu adanya audit investigasi.
"Di situlah timbul pertanyaan, dan sekaligus muncul potensi korupsi yang demikian besar. Apakah itu akan menjadi sebuah korupsi kebijakan, yang seharusnya kebijakan pengentasan kemiskinan diukur dengan target dan ketepatan sasaran," kata dia.
Direktur Pusat Media dan Birokrasi Wijayanto menegaskan bansos yang dibagikan saat pemilu merupakan suatu refleksi kegagalan negara memenuhi amanah konstitusi.
"Permasalahan utama adalah bansos yang nominalnya tidak seberapa diberikan sebagai iming-iming politik transaksional," tandasnya. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait