Setelah terbentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Ahmad Yani diangkat sebagai Komandan TKR Purwokerto. Tahun 1948 dirinya ikut beroperasi dalam menumpas pemberontakan PKl Muso di Madiun.
Pada Agresi Militer Belanda II dia diangkat sebagai Komandan Wehrkreise II daerah Kedu. Ahmad Yani juga membentuk pasukan istimewa dengan nama Banteng Raiders selama bertugas daJam menumpas pengacau Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Tengah.
Selesai tugas itu, dia mendapat tugas belajar pada Command and General Staff College di Amerika Serikat. Ini membuat Ahmad Yani kerap diisukan sebagai antek-antek Amerika Serikat oleh kubu anti-barat.
“Hampir setiap hari (PKI) bikin aksi terus di Stadion Senayan (kini Gelora Bung Karno), bikin rapat raksasa. Tentara seperti ayah saya ini yang sekolah komando di Amerika, disebut Jenderal Pentagon yang berkulit sawo matang,” ujarnya lagi.
Pada tahun 1958 dia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang, Sumatra Barat untuk menumpas pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Selain PRRI, Ahmad Yani juga turut andil dalam perebutan Irian Barat. Presiden Soekarno pun senang akan keberadaan dirinya dalam setiap operasi yang ditugaskan. Tahun 1962, dirinya diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Ahmad Yani difitnah dan dituduh ingin menjatuhkan Presiden Soekarno oleh PKI. Pada 1 Oktober 1965 dini hari dia diculik oleh gerombolan PKI, lalu dibunuh. Jasadnya ditemukan di daerah Lubang Buaya. Ahmad Yani dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait