Ancaman Kanker, Aktivis Lingkungan Internasional Soroti Aroma Sampah Impor di Sidoarjo

SIDOARJO - Ecoton, aktivis lingkungan internasional soroti aroma sampah impor yang digunakan sebagai bahan bakar pembuatan tahu,di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Pekatnya pembakaran dari sampah plastik itu bisa menjadi ancaman kanker bagi warga sekitar.
Dalam pantauan tim Ecoton, setidaknya terdapat 43 pabrik tahu yang masih menggunakan sampah plastik impor sebagai sumber energi utama.
Direktur Eksekutif Ecoton, Daru Setyorini, menyebut penggunaan sampah plastik ini bukan hanya melanggar regulasi, tetapi juga sangat membahayakan kesehatan masyarakat. “Asap dari pembakaran plastik menyebabkan kontaminasi dioksin dan mikroplastik, yang bisa masuk ke rantai makanan dan mengancam kesehatan warga Tropodo. Telur ayam kampung di sana bahkan mengandung dioksin 80 kali lipat dari ambang batas WHO,” tegas Daru usai unjuk rasa di alun-alun Sidoarjo, (17/5/2025).
Dalam pengukuran terbaru, Ecoton mencatat bahwa kadar polusi PM2.5 mencapai 1063 µg/m3, jauh melebihi ambang batas nasional sebesar 55 µg/m3. "Kami juga mendeteksi 25 partikel mikroplastik/m2 di udara, ini sangat berbahaya karena dapat memicu ISPA dan kanker,” tambah Daru.
Ironisnya, Daru juga memaparkan fakta bahwa plastik yang dibakar sebagian besar merupakan sampah impor dari negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, hingga Australia. “Negara-negara tersebut mengeksploitasi Indonesia sebagai tempat pembuangan sampah mereka, dengan dalih membantu industri daur ulang,” imbuh Daru.
Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, Bahrul Amig, menyatakan pihaknya tidak tinggal diam. “Kami sudah menandatangani komitmen dengan 43 pengusaha tahu untuk tidak lagi menggunakan bahan bakar kategori B3 seperti plastik, karet, dan styrofoam,” ujar Amig.
Amig juga menegaskan bahwa batas toleransi penggunaan bahan bakar berbahaya telah berakhir. “Jika masih ditemukan, kami akan bertindak tegas, termasuk penyitaan kendaraan pengangkut bahan bakar ilegal dan pelaporan ke aparat penegak hukum,” tegasnya.
Sebagai langkah lanjutan, DLHK tengah menyiapkan komplain center khusus untuk pelanggaran limbah, serta pengadaan alat pantau kualitas udara dan air. “Kami ingin kualitas lingkungan hidup menjadi indikator utama. Tidak boleh lagi ada pembenaran bahwa tanpa plastik usaha tahu tidak bisa jalan. Faktanya, ada pengusaha yang tetap eksis tanpa menggunakan bahan bakar berbahaya,” pungkas Amig.
Editor : Aini Arifin