Saksi Hadi Yusuf misalnya. Ia yang menjabat sejak 2020 hingga pertengahan 2021 itu awalnya berkelit hingga akhirnya mengaku jika sebelum terdakwa Ari menjabat Kepala BPPD Sidoarjo sudah ada potongan 10 persen dari insentif setiap tiga bulan sekali.
"Sejak almarhum Pak Joko Santosa saya menjabat sudah ada potongan insentif itu. Lalu ganti Pak Ari," ujarnya saat menjadi saksi bersama Abdul Mutalib Kabid pajak, Aswin Reza sumantri tenaga harian lepas protokoler pemkab Sidoarjo, M. Robith Fuadi ipar Bupati Sidoarjo nonaktif.
Yusuf mengaku, uang pemotongan insentif itu diistilahkan shodaqoh. Ia sempat menjadi bawahan terdakwa Ari menjabat Plt Kepala BPPD Sidoarjo. Belakangan, ia berbelit saat ditanya sempat menghadap terdakwa menyampaikan kebiasaan di dinas tersebut terkait pemotongan tersebut untuk keperluan kantor yang tidak dicover APBD.
Selain itu, saksi Sulistyono pun hampir sama dengan saksi Yusuf. Keduanya sempat berkelit terkait pemotongan dana insentif tersebut. Bahkan, ia berdalih tidak tau menahu soal pemotongan tersebut dan berdalih atas perintah atasan.
Kesaksian Sulistyono itu memuat Ketua Majelis Hakim pemeriksa perkara geram. Bahkan, hakim kroscek terkait BAP nomor 28 saksi Sulityono yang mengatakan ada dua anggota DPRD Sidoarjo, satu diantaranya menerima Rp 5 juta.
Kesaksian itu diamininya. Hanya saja, ia berdalih jika itu mendengar dari terdakwa Siska Wati. "Itu saya dengar dari Siska Wati," jelasnya.
Meski demikian, para saksi dari ASN BPPD Sidoarjo tersebut mengaku tidak ada paksaan terkait pemotongan tersebut. Bahkan, mereka juga tidak pernah mendapat perintah langsung dari terdakwa Ari Suryono terkait pemotongan insentif tersebut.
Ironisnya, berdasarkan fakta sidang jika mereka juga ikut merasakan hasil potongan insentif tersebut diantaranya makan-makan serta liburan bersama keluarga dengan orang satu Kantor BPPD Sidoarjo.
Editor : Nanang Ichwan