SIDOARJO, iNews.id - Praktek pemotongan dana insentif pajak di Kantor Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo ternyata bukan sejak era terdakwa Ari Suryono menjabat Kepala BPPD Sidoarjo nonaktif. Pemotongan itu sudah berlangsung jauh sejak lama.
Bahkan sudah berjalan sejak tahun 2014 silam. Fakta itu disampaikan Agus Sugiarto, suami terdakwa Siska Wati ketika menjadi saksi untuk terdakwa Ari Suryono, Kepala BPPD Sidoarjo nonaktif.
"Sejak tahun 2014 pemotongan sudah ada. Istri saya (terdakwa Siska Wati) masuk 2014. Sejak 2014 itu sudah ada (pemotongan insentif)," ucap Agus yang saat ini menjabat Kabag Pembangunan Setda Kabupaten Sidoarjo itu ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo, Senin (15/7/2024).
Selain Agus, terkait pemotongan dana insentif yang sudah dilakukan jauh sebelum Ari Suryono menduduki jabatan itu juga dibenarkan oleh saksi Rahma fitri Kristiani, PNS BPPD Sidoarjo.
Rahma mendapat tugas sebagai pengepul uang potongan insentif itu sejak 2019 yang berakhir di 2021 yang kemudian digantikan oleh terdakwa Siska.
"Saya ditunjuk dan diperintahkan mengumpulkan potongan insentif itu sejak 2019, kemudian digantikan oleh Siska Wati di 2021. Nominalnya setiap pegawai itu telah ditentukan Pak Kaban, almarhum Pak Joko Santosa," ungkapnya.
Dua saksi lainnya, Hadi Yusuf, mantan Sekretaris dan Sulistiyono, Sekretaris BPPD Sidoarjo saat ini pun membenarkan adanya pemotongan dana insentif tersebut.
Ironisnya, kedua saksi itu sempat berbelit saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Ari Suryono. Upaya berkelit hingga menjawab tak tau itu pun akhirnya diberedeli oleh tim penasehat hukum terdakwa Ari Suryono, Ridwan Rahmad, S.H.,M.H., S Makin Rahmat dan Nabila.
Saksi Hadi Yusuf misalnya. Ia yang menjabat sejak 2020 hingga pertengahan 2021 itu awalnya berkelit hingga akhirnya mengaku jika sebelum terdakwa Ari menjabat Kepala BPPD Sidoarjo sudah ada potongan 10 persen dari insentif setiap tiga bulan sekali.
"Sejak almarhum Pak Joko Santosa saya menjabat sudah ada potongan insentif itu. Lalu ganti Pak Ari," ujarnya saat menjadi saksi bersama Abdul Mutalib Kabid pajak, Aswin Reza sumantri tenaga harian lepas protokoler pemkab Sidoarjo, M. Robith Fuadi ipar Bupati Sidoarjo nonaktif.
Yusuf mengaku, uang pemotongan insentif itu diistilahkan shodaqoh. Ia sempat menjadi bawahan terdakwa Ari menjabat Plt Kepala BPPD Sidoarjo. Belakangan, ia berbelit saat ditanya sempat menghadap terdakwa menyampaikan kebiasaan di dinas tersebut terkait pemotongan tersebut untuk keperluan kantor yang tidak dicover APBD.
Selain itu, saksi Sulistyono pun hampir sama dengan saksi Yusuf. Keduanya sempat berkelit terkait pemotongan dana insentif tersebut. Bahkan, ia berdalih tidak tau menahu soal pemotongan tersebut dan berdalih atas perintah atasan.
Kesaksian Sulistyono itu memuat Ketua Majelis Hakim pemeriksa perkara geram. Bahkan, hakim kroscek terkait BAP nomor 28 saksi Sulityono yang mengatakan ada dua anggota DPRD Sidoarjo, satu diantaranya menerima Rp 5 juta.
Kesaksian itu diamininya. Hanya saja, ia berdalih jika itu mendengar dari terdakwa Siska Wati. "Itu saya dengar dari Siska Wati," jelasnya.
Meski demikian, para saksi dari ASN BPPD Sidoarjo tersebut mengaku tidak ada paksaan terkait pemotongan tersebut. Bahkan, mereka juga tidak pernah mendapat perintah langsung dari terdakwa Ari Suryono terkait pemotongan insentif tersebut.
Ironisnya, berdasarkan fakta sidang jika mereka juga ikut merasakan hasil potongan insentif tersebut diantaranya makan-makan serta liburan bersama keluarga dengan orang satu Kantor BPPD Sidoarjo.
Selain itu, mereka juga ikhlas menyisihkan perolehan insentif tersebut. Hal itu sebagimana surat pernyataan yang dibuat secara sukarela yang saat itu dihadapan Ari Suryono, Sekda Sidoarjo dan Asisten sehari usai adanya OTT.
Editor : Nanang Ichwan