JAKARTA, iNewsSidoarjo.id - Letjen KKO (Purn) Hartono merupakan orang yang menjunjung tinggi loyalitas kepada Presiden Soekarno. Sepanjang hidupnya ia memiliki peran penting terhadap kemerdekaan Indonesia.
Ia banyak menduduki kursi-kursi penting kemiliteran. Setia pada Soekarno, Hartono tak ragu untuk menghadapi rezim yang mulai merangkul kekuasaan, menjadikan pengabdiannya pada Sang Proklamator sebagai pedoman utama dalam hidupnya dalam karier militer di Indonesia.
Namun hilang begitu saja dari ingatan bangsa dan tak pernah diabadikan dalam buku-buku sejarah. Hartono pria dengan dedikasi yang tak tergoyahkan pada kemerdekaan Indonesia, memainkan peran penting dalam masa-masa gemilang militer Indonesia.
Naas, keberaniannya dalam melawan rezim Orde Baru yang semakin otoriter membawa padanya nasib yang tragis. Ketika tuduhan mengenai keterlibatan Soekarno dalam peristiwa Lubang Buaya menyeruak, Hartono, dengan tegar, menyatakan kesetiaannya pada Bung Karno, bahkan jika itu berarti melawan rezim yang baru berkuasa.
Kematian misterius Hartono, dengan tembakan misterius yang mengecoh di bagian kepalanya, meninggalkan tanda tanya besar. Meski dianggap sebagai bunuh diri, banyak kejanggalan yang mengitari kepergian jenderal yang berani ini. Senjata dengan peredam yang ditemukan di dekatnya hanyalah satu dari banyak misteri yang mengitari kematian Hartono.
Tak lama setelah kematian misterius itu, keluarganya, yang terpaksa meninggalkan negara setelah penugasan Hartono di Korea Utara, kembali ke Indonesia. Namun, bayangan kesetiaan dan keberanian Hartono terus menghiasi pikiran banyak orang, meskipun namanya terkubur dalam lapisan-lapisan waktu yang gelap.
Diasingkan Jadi Dubes Korut Letjen KKO (Purn) Hartono merupakan orang yang menjunjung tinggi loyalitas kepada Presiden Soekarno. Sepanjang hidupnya ia memiliki peran penting terhadap kemerdekaan Indonesia. Ia banyak menduduki kursi-kursi penting kemiliteran.
Kiprahnya membuat citra militer Indonesia pernah sampai masa puncaknya. Pria kelahiran 1927 itu menjabat sebagai Komandan KKO dan Panglima Angkatan Laut.
Hartono banyak terlibat dalam memberantas kasus penting termasuk memberantas kasus G30S/PKI. Letjen KKO Hartono terkenal sebagai orang yang sangat setia pada Soekarno.
Ketika Soekarno menemui dan meminta KKO menangani kasus yang menewaskan 7 jenderal, dengan lantang Hartono menyanggupinya. Gejolak memanas Orde Baru menjadi titik balik memanasnya politik di Indonesia.
Soekarno mendapatkan banyak tuduhan atas kejadian di lubang buaya itu. Hartono yang senantiasa setia kepadanya meminta izin untuk melawan rezim Soeharto.
“Pejah gesang melu (hidup mati ikut) Bung Karno. Putih kata Bung Karno, Putih kata KKO. Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO“ Tukas Hartono dalam menjalankan misinya, dikutip dari sindonews.com pada Jumat (14/6/2024).
Nyatanya hadirnya Hartono di samping Soekarno menjadi ancaman tersendiri bagi Soeharto. Berawal dari kemiliteran, Hartono dipindahkan ke kedutaan besar Korea Utara pada 9 November 1968.
Hartono dan KKO mencium niat buruk dari Soeharto. Ia merasa Soeharto ingin menyingkirkannya secara perlahan. Dalam tugasnya sata pertemuan Dubes se-Asia Pasifik, Hartono dipanggil kembali ke Indonesia.
Tak lama berselang, Hartono ditemukan meninggal dengan luka tembakan pada bagian kepala. Ditemukan pistol dengan peredam di sampingnya. Diindikasikan Hartono meninggal karena bunuh diri. Namun banyak sekali kejanggalan yang belum terungkap dari wafatnya Jenderal KKO itu. Letjen KKO Hartono dimakamkan di Kalibata pada tanggal 7 Januari 1971.
Dikutip dari Buku “Hartono: Jenderal Marinir di Tengah Prahara” karya Petrik Matanasi menyebutkan pihak keluarga penasaran dengan kematian Jenderal KKO Hartono yang membingungkan. Seluruh keluarga Hartono berangkat dari Pyongyang, Korea Utara, dan baru tiba dua pekan kemudian ke Indonesia. Menurut pemerintahan Orde Baru, Hartono tewas bunuh diri. Namun hal tersebut disangsikan kebenarannya oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Letjen KKO (Purn) Ali Sadikin dan mantan Wakasal Laksamana Madya Rachmat Sumengkar.
“Saya temukan Hartono terduduk di kursi dengan darah membasahi bagian belakang kepala. Di sampingnya kaca jendela pecah berantakan kena tembakan…” demikian pengakuan Nyonya Prawirosoetarto seperti ditulis Julius Pour. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan