MOJOKERTO, iNewsSidoarjo.id - Tewasnya rombongan Kerajaan Sunda termasuk calon istri Hayam Wuruk, Dyah Pitaloka Citraresmi membuat petaka. Peristiwa yang dikenal dengan Bubat itu mengubah segala sesuatu di internal Kerajaan Majapahit.
Sejak awal sang Mahapatih Gajah Mada meminta Sunda untuk menyerahkan Dyah Pitaloka Citraresmi putri raja Sunda sebagai tanda takluk ditolak mentah-mentah.
Negosiasi antara Gajah Mada dengan pemimpin rombongan Kerajaan Sunda Prabu Maharaja Linggabuana berlangsung alot.
Sang pemimpin rombongan awalnya mencoba untuk tenang ketika Gajah Mada maju untuk meminta pernikahan Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka Citraresmi sebagai tanda takluk Sunda ke Majapahit.
Penolakan mentah-mentah ini karena sedari awal sesuai kesepakatan utusan yang dikirimkan oleh Hayam Wuruk, akan menikahi putri Sunda yang cantik jelita itu.
Namun situasi ketenangan Linggabuana tidak diikuti oleh seluruh anak buahnya. Rombongan Sunda merasa dilecehkan atas permintaan Gajah Mada menerima Dyah Pitaloka Citraresmi sebagai tanda takluk Sunda.
Selanjutnya perselisihan dan adu mulut tak terelakkan antara Linggabuana dengan Gajah Mada, sebagaimana dikutip dari okezone.com pada Kamis (22/06/2023) dan "Hitam Putih Kekuasaan Raja-raja Jawa : Intrik, Konspirasi Perebutan Harta, Tahta, dan Wanita", dari Sri Wintala Achmad.
Perselisihan berakhir dengan dicaci-makinya Gajah Mada oleh utusan kerajaan Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka sekadar untuk menyerahkan tanda takluk, atau mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya.
Para pemimpin yang terdiri dari Larang Agung, Tuan Sohan, Tuan Gempong, Panji Melong, Rangga Kaweni, Sutrajali, Jagatsaya, Orang Pangulu, Orang Saya, dan Orang Siring, naik pitam ketika mengetahui niat Gajah Mada.
Akhirnya, mereka melakukan perlawanan terhadap pasukan Majapahit. Peperangan pun tidak dapat terhindari lagi.
Rombongan Sunda yang tidak siap perang, terpaksa menghunus pedang dan merentang gendewa untuk menghadapi pasukan Majapahit yang sudah siaga berperang.
Timbullah peperangan yang tidak seimbang antara pasukan Gajah Mada yang berjumlah besar dengan pasukan Balamati, para pejabat, dan para menteri dari kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat.
Alhasil, semua rombongan Sunda, termasuk sang raja tewas seketika. Sedangkan calon istri Hayam Wuruk, Dyah Pitaloka Citraresmi memilih untuk bunuh diri mengetahui orang tuanya dan rombongan Sunda tewas.
Hayam Wuruk pun sangat menyesal pasca kejadian itu. Bahkan secara khusus Hayam Wuruk mengutus Dharmadyaksa dari Bali menyampaikan permohonan maaf ke Patih Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang tak ikut berangkat ke Majapahit.
Serat Pararaton menyebutkan bahwa sesudah peristiwa di Pesanggrahan Bubat, Hayam Wuruk menyelenggarakan upacara besar untuk menghormati orang-orang Sunda yang tewas.
Sementara akibat Perang Bubat, hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang.
Sedangkan di kalangan Kerajaan Sunda diberlakukan peraturan esti larangan ti kaluaran yang isinya di antaranya tidak boleh menikah dengan luar lingkungan kerabat Sunda atau tidak boleh menikah dengan pihak timur Kerajaan Sunda (Majapahit).
Editor : Nanang Ichwan