SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id – Duka mendalam menyelimuti keluarga Khoiruddin (77), warga Perumahan Taman Surya Kencana, Desa Grogol, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo.
Niat memakamkan almarhum di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Grogol justru berujung penolakan warga dan memicu ketegangan yang viral di media sosial.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada Rabu (17/12) pagi. Saat rombongan pengantar jenazah tiba di TPU sekitar pukul 07.00, warga setempat menghadang dan menolak proses pemakaman. Adu mulut pun tak terhindarkan.
Anak kedua almarhum, Irwan Dwi Wahyudi mengungkapkan, ayahnya meninggal dunia pada Selasa (16/12) malam pukul 19.37, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Siti Fatimah. “Rencananya dimakamkan pagi. Tapi begitu sampai di TPU, rombongan kami langsung ditolak oleh warga desa,” ujar Irwan, Kamis (18/12).
Penolakan terjadi saat keranda jenazah hendak memasuki area makam. Menurut Irwan, tidak ada penjelasan yang jelas dari warga terkait alasan penolakan tersebut. “Kami benar-benar terpukul. Kami menangis. Kami tidak tahu apa kesalahan ayah kami sampai diperlakukan seperti ini,” ucap pria berusia 51 tahun itu.
Upaya mediasi yang dilakukan aparat TNI dan Polri di lokasi tidak membuahkan hasil. Situasi yang kian memanas membuat pihak keluarga memilih mengalah demi menghindari konflik lebih besar. “Akhirnya jenazah kami bawa kembali ke rumah duka dan dimakamkan di TPU Praloyo, kawasan Lingkar Timur Sidoarjo,” tambahnya.
Proses evakuasi keranda dari area TPU pun berlangsung dramatis. Akses jalan yang sempit dan tertutup membuat rombongan terpaksa mengangkat keranda melewati tembok pembatas makam.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Perumahan Taman Surya Kencana sekaligus Ketua BPD Perumahan Sudarmaji menjelaskan, penolakan pemakaman dipicu persoalan lama terkait perbedaan pandangan soal status lahan fasilitas umum (fasum), khususnya akses jalan menuju TPU. “Warga Desa Grogol menganggap lahan itu milik petani dan tidak pernah dijual. Sementara berdasarkan site plan dan sertifikat, tanah tersebut atas nama developer dan masuk wilayah perumahan,” jelas Sudarmaji.
Untuk menghindari klaim sepihak, warga perumahan sempat memasang plakat kepemilikan lahan. Namun langkah itu justru memicu reaksi warga desa hingga plakat tersebut hilang dan akses jalan menuju TPU digembok. “Padahal persoalan ini sudah dimediasi oleh kepala desa dengan kesepakatan membuka kembali akses jalan. Tapi kesepakatan itu tidak dijalankan,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Sudarmaji, warga desa menutup akses jalan menuju makam dengan tembok setinggi hidung orang dewasa selama lebih dari dua bulan. “Yang dipersoalkan itu bukan tanah makam, tapi akses jalannya. Jalan itu dibangun di atas sungai yang sudah dicor dan digunakan sebagai akses ke TPU. Ini bukan soal tanah makam,” tegasnya.
Menurut Sudarmaji, mediasi terakhir telah melibatkan RT, RW, hingga camat. Pemerintah kecamatan telah menegaskan bahwa akses jalan harus dibuka karena menyangkut kepentingan umum, terutama untuk pemakaman. “Waktu prosesi pemakaman, aparat Polsek dan Koramil sudah di lokasi. Situasi sempat tegang, tapi Alhamdulillah tidak sampai bentrok fisik,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa almarhum Khoiruddin merupakan anggota paguyuban makam. Lahan makam yang akan digunakan dibeli secara resmi melalui urunan warga perumahan dan telah dilengkapi peraturan desa serta legalitas yang sah. “Ini bukan makam pemberian warga kampung atau developer. Semua legal. Tapi karena akses ditutup, jenazah akhirnya dimakamkan di Praloyo,” tuturnya.
Ia berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera menuntaskan persoalan tersebut agar kejadian serupa tidak kembali terulang. “Kami berharap masalah ini segera diselesaikan, supaya tidak ada lagi keluarga yang harus mengalami peristiwa memilukan seperti ini,” pungkasnya.
Editor : Aini Arifin
Artikel Terkait
