SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menegaskan kembali penafsiran ketentuan jabatan anggota Polri di luar kepolisian. Putusan ini secara signifikan menghapus frasa yang selama ini menimbulkan kerancuan tafsir dalam Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal itu disikapi Dekan Fakultas Hukum Universitas Maarif Hasyim Latif (UMAHA) Sidoarjo, Dr. Faiar Rachmad DM., S.H., M.H., menjelaskan bahwa penghapusan frasa tersebut memberikan kepastian hukum. “Sebelum putusan ini, penjelasan Pasal 28 ayat (3) memuat frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ yang kerap menimbulkan kerancuan, khususnya terkait dua isu pokok. Makna ‘sangkut paut dengan kepolisian’ dan keharusan adanya penugasan dari Kapolri,” terangnya.
MK menyatakan frasa yang menimbulkan multitafsir tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sehingga otomatis dihapus dari sistem perundang-undangan. Dampaknya, dasar penentuan kewajiban mundur bagi anggota Polri kini berubah. “Dengan dihapuskannya frasa tersebut, dasar penentuan kewajiban mundur bagi anggota Polri tidak lagi bergantung pada ada atau tidaknya penugasan dari Kapolri,” tegas Faiar.
Menurutnya, pengunduran diri dari dinas aktif Polri tidak wajib, apabila jabatan yang diduduki di luar kepolisian memiliki keterkaitan langsung dengan tugas dan fungsi kepolisian. Dr. Faiar menjelaskan, merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, “sangkut paut” berarti hubungan atau pertalian. Oleh karena itu, jabatan yang memiliki relevansi fungsional dengan tugas pokok Polri dapat dikategorikan sebagai jabatan yang berhubungan erat dengan kepolisian.
Lebih lanjut, ia mencontohkan beberapa lembaga yang memiliki keterkaitan substantif dengan tugas Polri, sehingga anggota Polri di sana tidak otomatis wajib mengundurkan diri seperti menjabat di BNN yang memiliki kewenangan penyelidikan dan penyidikan narkotika, BNPT yang berwenang menangani pencegahan dan penindakan terorisme, KPK yang menjalankan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan korupsi, BSSN yang berperan dalam keamanan siber nasional. “Lembaga-lembaga ini memiliki peran yang berkaitan dengan keamanan, ketertiban, serta penegakan hukum. Karena itu, tidak otomatis mewajibkan anggota Polri untuk mengundurkan diri ketika menduduki jabatan di instansi tersebut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa putusan MK ini merupakan tonggak penting dalam memastikan kepastian hukum, kejelasan norma, serta pencegahan multitafsir dalam pengaturan jabatan anggota Polri. Putusan tersebut juga meneguhkan pentingnya netralitas institusional dan pencegahan konflik kepentingan.
Faiar mendorong pemerintah dan DPR untuk segera menindaklanjuti putusan MK dengan merumuskan pengaturan yang lebih limitatif, eksplisit, dan terukur.“Putusan ini adalah penegasan batas konstitusional, bukan perluasan ruang rangkap jabatan. Prinsip yang harus dijaga tetap sama: integritas, profesionalitas, dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan jabatan publik,” tutupnya.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait
