Sebagai produk nyata dari workshop, para peserta juga dibekali buku saku panduan yang praktis. Buku ini memuat berbagai cara komunikasi yang efektif dan format pelayanan yang komunikatif, bagi civitas academica dalam berinteraksi dengan mahasiswa disabilitas.
Lebih dari sekadar pemahaman teoritis, workshop ini diharapkan menghasilkan dampak yang konkret. Prof. Budiyanto menekankan bahwa peserta didorong untuk menyusun rencana kerja pasca workshop. “Jangka panjang, mereka diharapkan memiliki program kerja. Kira-kira setelah ini apa yang akan mereka lakukan, dalam konteks penguatan iklim pembelajaran maupun pelayanan administrasi yang ramah bagi semua,” ungkapnya.
“Dengan rencana kerja ini, iklim pembelajaran dan administrasi yang inklusif di Unesa, diharapkan dapat terus berkembang dan tidak berhenti pada tataran kebijakan semata,” tambah Prof. Budiyanto.
Antusiasme peserta terlihat jelas saat workshop berlangsung. Ajeng Dianing Kartika, salah satu peserta yang juga dosen di Unesa menyambut positif kegiatan ini, karena memberikan wawasan yang sangat membantu dan mencerahkan. “Saya dan teman-teman antusias banget mengikuti workshop. Kita jadi lebih paham dan tercerahkan bagaimana memberikan pembelajaran bagi mahasiswa disabilitas. Misalkan, menghadapi mahasiswa tunarungu, yang cara komunikasi tidak harus dengan bahasa isyarat, tapi ada yang paham dengan gerak bibir,” jelas Ajeng.
“Mudah-mudahan kegiatan edukatif seperti ini dapat dilaksanakan lebih sering, tidak hanya setahun sekali, tetapi idealnya dapat dilakukan dua kali dalam satu semester untuk memastikan kompetensi inklusif seluruh civitas akademika Unesa terus terasah,” tutupnya.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait
