SIDOARJO, iNews.id - Kerajaan Jenggala masih berhubungan erat dengan Kerajaan Kahuripan dan Kediri. Pada zamannya, Kerajaan Jenggala menguasai lumbung padi dan bandar dagang terbesar kedua di Nusantara.
Masa keemasan Kerajaan Jenggala saat dipegang oleh Raja Mapanji Garasakan yang memerintah tahun 1042 - 1052 Masehi. Perekonomiannya mengalami kemajuan pesat.
Melansir dari okezone.com, Kerajaan Jenggala sendiri semula bagian dari Kerajaan Kahuripan. Nama Mapanji Garasakan sendirilah yang akhirnya mendirikan Kerajaan Jenggala tersebut.
Diduga kerajaan ini memiliki pusat pemerintahan di Sidoarjo. Keraton Kerajaan Jenggala sendiri ditemukan di sekitar Sungai Pepe. Hal ini didasari pada penemuan sebuah arca yang diyakini menunjukkan lokasi keraton Kerajaan Jenggala yang berlokasi di wilayah Kecamatan Gedangan.
Dikisahkan Kerajaan Jenggala memiliki daerah dengan lumbung padi terbesar di masanya. Diketahui pula kerajaan ini memiliki pusat pemerintahan, pusat militer, fasilitas umum, dan memegang kendali pada perkembangan bandar dagang di aliran Sungai Porong.
Di bawah masa pemerintahan Mapanji Garasakan yang memerintah tahun 1042 - 1052 Masehi mengalami kemajuan bila dibandingkan dengan Kerajaan Kediri, perekonomian Jenggala tumbuh pesat.
Jenggala menguasai sungai - sungai bermuara termasuk bandar dagang di Sungai Porong. Bandar dagang di Sungai Porong menjadikan Kerajaan Jenggala dikenal luas.
Bandar dagang di Sungai Porong jni merupakan pelabuhan besar di masanya, dengan pajak murah dan kantor - kantor dagang berjejer membuat suasana sangat menyenangkan.
Konon kantor dagang ini mengurusi cuan - cuan dari palawija, emas, gading, perak, dan kerajinan tangan yang disukai orang - orang Arab.
Bandar dagang di Sungai Porong milik Kerajaan Jenggala kerap kali didatangi juga pedagang - pedagang asal Cina, Afrika, Thailand, dengan mengimpor beras, kayu cendana, kayu gaharu, dan bunga - bunga kering, seperti kenanga dan melati.
Melalui bandar dagang di Sungai Porong inilah nama Kerajaan Jenggala kian termasyhur. Bahkan bandar dagang ini menjadi yang terbesar setelah bandar Sriwijaya di Sumatera Selatan kala itu.
Hal inilah yang akhirnya memicu perselisihan dengan Kerajaan Kediri yang didirikan oleh Sri Samarawijaya, atas pembagian kekuasaan oleh sang ayah Airlangga.
Kerajaan Kediri dan Jenggala memiliki hubungan sangat erat. Hal ini karena dua penguasa kerajaan ini memiliki garis keturunan langsung dengan Raja Airlangga.
Namun sayang, pada perkembangannya keduanya justru terlibat perseteruan karena Kerajaan Kediri yang ingin menguasai Jenggala.
Sebagaimana dikisahkan oleh buku "Hitam Putih Kekuasaan Raja-Raja Jawa" karya Sri Wintala Achmad. Mapanji Garasakan yang merupakan penguasa Kerajaan Jenggala adalah keturunan dari Airlangga.
Sedangkan di Kerajaan Kediri, nama Sri Samarawijaya juga menjadi bagian dari keturunan Raja Airlangga. Alhasil kedua kerajaan ini awalnya memiliki hubungan diplomasi yang baik.
Sebagai sesama keturunan Airlangga, kedua penguasa kerajaan itu menjaga hubungan baik. Namun karena posisi Kerajaan Jenggala yang strategis adalah penyebabnya antara Kerajaan Kediri dan Jenggala berseteru.
Suatu kerajaan hanya menguasai sungai tanpa muara, adalah hal nihil. Begitupun dengan gambaran Kerajaan Jenggala di sisi pertanian, hasil pertanian yang melimpah tapi diiringi memiliki pasar yang dapat menjual hasil pertaniannya.
Usai Mapanji Garasakan wafat pada tahun 1052 penggantinya Raja Mapanji Alanjung Ahyes yang berkuasa pada 1052 - 1059, memindahkan pusat pemerintahan ke Lamongan mengalami kemunduran.
Serangan Kerajaan Kediri tak bisa terbendung membuat kejayaan Kerajaan Jenggala akhirnya lenyap ditelan bumi. Sidoarjo.iNews.id
Artikel berita ini telah tayang di okezone.com dengan judul : "Kerajaan Jenggala, Pemilik Bandar Terbesar Kedua di Indonesia".
Baca artikel berita ini : https://nasional.okezone.com/amp/2021/09/03/337/2465942/kerajaan-jenggala-pemilik-bandar-dagang-terbesar-kedua-di-indonesia?page=3
Editor : Nanang Ichwan
Artikel Terkait