GAZA, iNewsSidoarjo.id - Jumat kemarin, jamaah Muslim berbondong-bondong ke kompleks Masjid Al-Aqsa Yerusalem. Mereka melaksanakan salat Jumat di bawah kehadiran banyak polisi Israel.
Ribuan petugas polisi dikerahkan ke daerah sekitar kompleks tersebut pada hari Jumat, beberapa di antaranya bersenjata lengkap, sebagian untuk menegakkan pembatasan usia yang diberlakukan pada warga Palestina di Tepi Barat.
Israel mengatakan hanya pria berusia 55 tahun ke atas dan wanita berusia di atas 50 tahun yang diizinkan masuk dari wilayah tersebut. Namun bagi banyak orang, mencapai Yerusalem dari wilayah lain di Tepi Barat, yang dipenuhi dengan pos pemeriksaan Israel, bisa menjadi sebuah tantangan.
Zainab Ramadan Freij, seorang warga berusia 70 tahun yang tinggal di kamp pengungsi Tulkarem di Tepi Barat utara, mengatakan dia harus naik bus pada pukul 06.30 untuk sampai ke Yerusalem – yang jaraknya hanya sekitar 60 kilometer– di waktunya salat zuhur.
Sesampainya di dalam kompleks, jamaah bergembira dan berfoto di tangga batu ikonik Al-Aqsa.
“Teman saya Lina sudah berada di Amerika selama 20 tahun. Saya ingin mengiriminya foto-foto ini karena dia mencintai Al-Aqsa dan merindukannya,” kata Rabab Hadiya, seorang guru berusia 49 tahun dari Yerusalem. Di sisi lain, warga Gaza hidup serba menderita di pengungsian.
Mustafa Al-Sheikh mengaku merasa beruntung berada di Al-Aqsa sementara ratusan ribu orang kehilangan akses ke sana. Lelaki 62 tahun ini bersama istrinya melakukan perjalanan dari Anata, sebuah kota dekat Yerusalem di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Mereka termasuk di antara sekitar ratusan ribu orang yang melaksanakan salat Jumat di kompleks masjid. Badan keagamaan yang mengelola situs sensitif bersejarah di Yerusalem timur yang dianeksasi Israel melaporkan salat Jumat kedua bulan Ramadan itu dihadiri 180.000 orang.
Al Aqsa dari Hamas Kompleks Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam dan situs paling suci bagi Yudaisme, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount.
Hal ini juga sering menjadi sumber ketegangan dalam konflik Israel-Palestina yang meningkat tahun ini ketika perang berkecamuk di Jalur Gaza. Dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan berkobar di sekitar Al-Aqsa selama Ramadan.
Israel semakin membatasi akses warga Palestina ke situs tersebut. Adapun dua minggu yang lalu, salat berjamaah di kompleks tersebut berakhir dengan bentrokan antara warga Palestina dan pasukan Israel, namun sejauh ini Ramadan telah berlalu tanpa ada insiden besar.
Kobi Michael, peneliti senior di lembaga pemikir Israel, Institute for National Security Studies, mengaitkan ketenangan tersebut dengan beberapa kebijakan. Petugas telah diberitahu untuk sangat berhati-hati dan polisi memantau media sosial untuk mencari hasutan, kata Michael kepada AFP, dikutip dari sindonews.com pada Sabtu (23/3/2024).
Dia juga mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah mengekang menteri Israel yang mengawasi kepolisian, yang menyarankan untuk melarang semua penduduk Tepi Barat memasuki masjid yang dihormati itu.
“Netanyahu sendiri melakukan intervensi” untuk mencabut kewenangan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dalam masalah akses warga Palestina ke Al-Aqsa selama Ramadan,” kata Michael.
Dalam khotbahnya, khatib berbicara tentang warga Palestina yang menderita kelaparan di Jalur Gaza yang dilanda perang.
“Jangan lupakan dan ingatlah saudara-saudaramu di Gaza yang tidur tanpa makanan di tenda atau di rumah yang hancur,” ujarnya.
Pesan ini selaras dengan Mohammad Abu Arar, 69 tahun, yang keluarga istrinya di Gaza saat ini berlindung di tenda-tenda di kota Rafah di bagian paling selatan.
“Kami berdoa agar rakyat kami di sana selamat dan perang berakhir dengan damai, dari tempat paling suci bagi kami,” kata Abu Arar.
Kampanye militer Israel melawan Hamas telah menewaskan sedikitnya 32.070 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait