GAPERO Meminta Presiden Jokowi Memisahkan Pembahasan RPP Produk Tembakau dari UU Kesehatan

Tim iNewsSidoarjo
Surabaya memohon kepada Presiden RI bapak Joko Widodo (Jokowi) agar dapat memisahkan Gapero pembahasan produk tembakau, dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (Foto:istimewa)

SURABAYA, iNews.id - Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya memohon kepada Presiden RI bapak Joko Widodo (Jokowi) agar dapat memisahkan pembahasan produk tembakau, dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

"Dengan demikian dapat melibatkan pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) nasional sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan dalam pembahasan yang transparan dan akuntabel serta mempertimbangkan kearifan lokal, besaran ekonomi dan penerimaan negara, serta serapan tenaga kerja dari IHT nasional beserta industri terkait lainnya," kata ketua GAPERO Surabaya, Sulami Bahar, Kamis (05/10/2023).

Sulami Bahar menegaskan, apabila pemerintah dalam hal ini Kemenkes memaksakan dan tetap mengimplementasikan RPP Pengamanan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau, maka bisa dipastikan akan ada banyak IHT nasional yang bakal mengalami gulung tikar.

"Saat ini jumlah IHT di Jawa Timur mencapai 538 industri dengan jumlah buruh sekitar 186 ribu tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja tersebut mencapai 60 persen terhadap nasional yang mencapai sekitar 360 ribu tenaga kerja. Adapun jumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun. Dengan perjalanan waktu jumlah tersebut turun terus, pasti akan terjadi gulung tikar," kata Sulami Bahar.

Sulami Bahar mencontohkan beberapa aturan UU Kesehatan yang tumpang tindih dengan kementerian lain, misalnya kewajiban standarisasi produk oleh IHT di satu lembaga yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Padahal di Indonesia ada 9 lembaga/laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan PP 109/2012.

Menurut Sulami Bahar, kalau hanya satu lembaga itu akan mempersulit apalagi hanya BPOM yang seharusnya mengurusi obat dan makanan. Ini kan seharusnya diatur oleh kementerian perindustrian, tetapi dicaplok oleh kesehatan. Bahkan dalam RPP itu, lanjutnya, ada menyinggung soal peningkatan tarif cukai yang seharusnya diatur oleh Kemenkeu, termasuk soal aturan CSR, dimana IHT dilarang untuk mempublikasi kegiatan CSR, sementara IHT punya kewajiban CSR, larangan menjual rokok ketengan, minimal kemasan 20 batang/bungkus.

"Klausul pengaturan tersebut sangat menakutkan bagi ekosistem pertembakauan terutama pasal tentang zat adiktif berupa tembakau. Hal ini seolah membuat tembakau sebagai barang terlarang," tegas Sulami Bahar.

Editor : Yoyok Agusta Kurniawan

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network