Sosok Ki Ageng Selo, Leluhur Mataram Islam Pelindung Orang Jawa dari Petir

Solichan Arif
Makam Ki Ageng Selo di Grobogan, Jawa Tengah. (Solichan Arif)

SURABAYA, iNewsSidoarjo.id - Kisah Ki Ageng Selo menarik untuk diketahui. Konon, leluhur Mataram Islam ini terkenal sakti hingga bisa menankap petir dan mengikatnya pada pohon gandrik (Bridelia Monoica).

Pohon gandrik (Bridelia Monoica) yang konon menjadi tempat Ki Ageng Selo mengurung petir, masih berdiri kokoh. Batangnya yang tampak purba terlihat melengkung karena usia.

Pada badan pohon terpaku plakat persegi empat dengan selembar kertas laminating menempel di permukaannya. Tertulis keterangan ringkas tentang nama, sejarah pohon, serta cerita petir yang telah ditaklukkan Ki Ageng Selo.

“Pohon ini sebagai pengikat petir ketika Ki Ageng Selo menangkapnya,” demikian kalimat pembuka dalam keterangan pada plakat.

Keterangan dilanjutkan dengan sebaris kalimat yang oleh sebagian orang Jawa diyakini sebagai mantra, yakni “Gandrik anak putune Ki Ageng Selo”.

Konon ketika dirapal pada saat turun hujan bercampur petir, mantra itu akan memberi perlindungan. Petir akan segan menyambar karena tahu yang mengucapkan adalah anak cucu Ki Ageng Selo.

“Jadi mereka akan terhindar dari sambaran petir,” begitu narasi penutup pada plakat keterangan yang menempel pada pohon gandrik, Dilansir dari iNews.id Pada Minggu (17/9/2023).

Pohon gandrik tua itu berdiri di sebelah pesarean atau makam Ki Ageng Selo yang berlokasi di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.

Konon, dari pohon gandrik, petir yang sudah tidak berdaya itu kemudian dikurung di Lawang Bledeg, yakni pintu masuk masjid Agung Demak. Secara kasat mata penampakannya berupa ukiran motif tumbuhan dan dua kepala naga.

Pada siang yang terik itu, kawasan pesarean Ki Ageng Selo tampak sepi. Di tempat parkir kendaraan roda empat yang lapang, hanya terlihat dua kendaraan. Tampak beberapa orang juru parkir asyik nongkrong di warung kopi.

Saat melewati gapura menuju lokasi makam, suasana di dalam lorong menuju makam terasa lebih sunyi.

“Peziarah lebih ramai kalau malam hari, khususnya pada malam Jumat,” demikian keterangan dari juru parkir.

Ki Ageng Selo merupakan leluhur Danang Sutawijaya, yakni raja pertama Mataram Islam yang bergelar Panembahan Senopati. Pada masa mudanya, Sutawijaya diketahui diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, Raja Pajang.

Sesuai silsilahnya, Ki Ageng Selo yang bergenealogi dari Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menurunkan Ki Ageng Ngenis dan Ki Ageng Pemanahan, yaitu ayah Panembahan Senopati. Dari cerita tutur (folklore) yang berkembang, Ki Ageng Selo dikenal sebagai seorang petani kecil yang tekun, namun memiliki kesaktian.

Ia pernah mencoba mengubah jalan hidup dengan mendaftar sebagai prajurit tamtama Kerajaan Demak, tapi ditolak karena tidak tahan melihat darah. Ia pun kembali pulang ke Desa Selo untuk menjadi petani.

Ketika terjadi peristiwa petir menyambar manusia, nama Ki Ageng Selo mendadak tersohor. Semua terperangah karena petir yang ditakuti petani di sawah, ternyata tidak sanggup melukainya.

Di tengah hujan deras, Ki Ageng Selo yang saat itu tengah bercocok tanam, secara ajaib justru menangkapnya (petir). Petir yang sudah tidak berdaya itu kemudian diikatnya pada pohon gandrik. Hal lain yang membedakan Ki Ageng Selo dengan petani kebanyakan adalah cita-citanya.

Ia memiliki angan-angan mendirikan sebuah kerajaan. Namun sampai ajal menjemput, impian besarnya tidak terwujud. Kendati demikian, impian itu diwujudkan oleh Sutawijaya yang merupakan cucunya.

Setelah mengalahkan Kerajaan Pajang, Sutawijaya yang dibantu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi menahbiskan diri sebagai Raja Mataram Islam. Sutawijaya bersama Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi yang berasal dari Boyolali sebelumnya mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya, Sultan Pajang.

Atas jasanya mengalahkan Adipati Jipang (Cepu Kabupaten Blora) Arya Penangsang, ia mendapat hadiah alas atau hutan mentaok. Di kawasan hutan mentaok itu, Kerajaan Mataram Islam kemudian berdiri (1586).

Munculnya Sutawijaya sebagai raja Mataram Islam dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama adalah kembalinya trah Majapahit. iNewsSidoarjo

Editor : Yoyok Agusta Kurniawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network