Tembus Hingga Rp1,2 Miliar Tren Lazy Girl Job yang Viral di TikTok

Himayatul Azizah
Fenomena lazy girl job. (Foto: BBC)

JAKARTA, iNewsSidoarjo.id – Tren lazy girl job memiliki tingkat stres yang rendah dengan gaji layak. Adapun tren ini viral dilakukan di media sosial (medsos) terutama TikTok.

Dilansir dari okzone.com melalui BBC di Jakarta, Minggu (27/8/2023), wanita bernama Gabrielle Judge yang berusia 26 tahun duduk membuat konten di depan kamera dengan kacamata besar dan rambut yang diikat untuk membuat video TikTok.

“Lazy girl job pada dasarnya melakukan upaya minimum untuk mempertahankan pekerjaan, tanpa harus bekerja ekstra,” katanya dalam video berdurasi dua setengah menit itu.

“Ada banyak pekerjaan di luar sana, di mana Anda dapat menghasilkan, sekitar USD60.000-USD80.000 (Rp900 juta-1,2 miliar), tanpa harus melakukan banyak pekerjaan dan pergi jauh," lanjutnya.

Dia mencontohkan peran non-teknis, dengan jam kerja 09.00-17.00, dan yakin bayarannya cukup untuk mencapai kebebasan finansial. Konsep yang diajukan Judge dan video tentang hal itu yang sekarang menjadi viral telah menyentuh hati para pekerja, terutama perempuan.

Unggahan itu disukai hampir 350.000 orang, sampai tulisan ini dipublikasikan. Tagar #lazygirljob di TikTok sudah ditonton lebih dari 17 juta kali. Para perempuan muda lainnya menggambarkan "lazy girl job" versi mereka sendiri.

Bahkan dalam satu video, seorang pembuat konten mengatakan yang dia lakukan hanyalah membuat email yang sama, menerima 3-4 telepon sehari, mengambil cuti ekstra panjang, istirahat lebih lama, dan mendapatkan gaji yang baik.

Namun baik pembuat konten penuh waktu seperti Gabrielle Judge dan para pakar sama-sama mengatakan "lazy girl job" tidak berarti harus malas.

Alih-alih, istilah tersebut mencerminkan pola pikir baru yang dianut di era Great Resignation, di mana para pekerja semakin menuntut gaji yang berkelanjutan dan kondisi yang fleksibel, sambil melawan anggapan bahwa jumlah jam kerja sama dengan jumlah pekerjaan yang diselesaikan.

Judge yang tinggal di Colorado, AS, mengatakan pikiran itu muncul setelah dia menjalani terlalu banyak pekerjaan. Dia mengaku telah menghabiskan 50 hingga 60 jam seminggu sebagai konsultan jadwal yang tidak normal atau berkelanjutan, yang pada akhirnya mengikis kesehatan mental dan fisiknya.

Gagasan utama di balik istilahnya, katanya, adalah membingkai ulang pekerjaan apa yang bisa dan seharusnya dilakukan oleh para pekerja.

Menurutnya, kelelahan dan penyakit tidak harus menjadi bagian dari dunia kerja, di saat otonomi dan fleksibilitas memungkinkan kerja jarak jauh, dan kesehatan mental menjadi prioritas yang lebih besar dari sebelumnya. Ada cara untuk mendapatkan pengalaman positif dalam pekerjaan, katanya, di mana para Gen Z semakin mengambil peran, setelah kaum milenial memulai perbincangan.

Editor : Yoyok Agusta Kurniawan

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network