JAKARTA, iNewsSidoarjo.id- Para ilmuwan sukses melakukan klonik tikus dengan menggunakan sel kulit. Trobosan terbaru ini sangat memungkinkan peradaban modern menghidupkan kembali hewan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Dilansir dari Singularity Hub, Rabu (13/7/2022), kloning dilakukan dengan menggunakan sel kulit tikus bernama Dorami.
Dorami sendiri merupakan tikus lab yang tumbuh sehat dan mati secara alami di hari ulang tahunnya yang kedua.
Melangsir dari okezone.com para peneliti yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama di Universitas Yamanashi di Jepang menggunakan beberapa sel kulit Dorami untuk kloning.
Yang mana sel-sel ini mengandung DNA lengkap hewan meskipun teksturnya rapuh. Sebanyak 75 tikus sehat berhasil dikloning. Dr. Ben Novak, ilmuwan utama di Revive & Restore, mengatakan bahwa penelitian ini merupakan capaian besar yang akan disambut baik, meskipun tidak bisa dipungkiri terdapat ketidaksempurnaan.
“Dari sudut pandang konservasi, inovasi cara baru untuk biobank jenis jaringan yang layak secara reproduktif adalah kebutuhan besar, jadi sangat menarik untuk melihat terobosan semacam ini,” katanya.
Wakayama sendiri diketahui telah bertahun-tahun berfokus mengembangkan metode kloning dengan menggunakan sel kulit. Kerja kerasnya akhirnya berbuah manis, yang mana ia menyuntikan DNA dari sel kulit pendonor ke dalam sel telur indukan.
“Setelah matang, kami secara acak memilih sembilan tikus kloning betina dan tiga jantan untuk dikawinkan dengan tikus lab normal. Dalam waktu kira-kira tiga bulan, semua tikus betina hasil kloning melahirkan generasi berikutnya," kata Wakayama.
"Dan semua bayi tikus memiliki wujud yang sangat identik, dengan empat cakar, kumis, dan kebiasaan tikus pendonor yang utuh. Teknik ini dapat digunakan untuk sumber daya genetik yang tersedia dalam keadaan ekstrem, seperti spesies yang hampir punah," paparnya.
Meskipun demikian, masih banyak peneliti lain yang meragukan metode kloning Wakayama. Salah satunya adalah Dr Alena Pance di University of Hertfordshire yang mengatakan bahwa teknik kloning Wakayama jauh dari kata sempurna.
"Ini memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, dan masih membutuhkan suhu penyimpanan freezer yang membuatnya rentan terhadap kegagalan jaringan. Pertanyaan yang paling penting adalah berapa lama materi genetik dapat disimpan," kritik Alena.
"Akan sangat penting untuk menunjukkan penyimpanan yang diperpanjang dan tidak terbatas dalam kondisi ini agar sistem ini memberikan pelestarian spesies dan sampel jangka panjang yang efektif,” ujarnya. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait