SIDOARJO, iNewsSidoarjo.id - Belasan pengacara yang tergabung dalam wadah Persaudaraan Pengacara Jawa Timur (PPJT) mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Kehadiran mereka untuk memberikan dukungan moril kepada Samsul Arifin, rekan sesama advokat yang saat ini tengah duduk di kursi pesakitan karena tersandung kasus dugaan penipuan dan penggelapan.
"Kahadiran kami pada Senin (17/7/2023) di PN Sidoarjo untuk memberikan support kepada rekan kami yang tersandung kasus hukum," ucap Ketua Umum PPJT Syarifudin Rakib kepada iNewsSidoarjo.id, Selasa (18/7/2023).
Syarifudin mengungkapkan, pihaknya tidak hanya sekedar hadir di PN Sidoarjo saja, melainkan juga memberikan bantuan hukum. Ia menyebut ada 26 rekan-rekan sejawat pengacara PPJT yang mendampingi perkara tersebut.
"Ada 26 yang masuk kuasa mendampingi perkara teman kami itu," ucap Syarifudin yang juga Ketua Perhimpunan Pengacara Indonesia (PERARI) Sidoarjo itu.
"Jadi kami tidak serta merta meninggalkan teman yang tengah menjadi terdakwa agar dia tak merasa sendirian. Dan ini juga sebagai bentuk solidaritas sesama pengacara,” jelasnya.
Meski demikian, kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang menjerat Samsul Arifin itu saat ini masuk ke pembuktian. Jaksa Penuntut Umum Kejari Sidoarjo menghadirkan empat saksi dalam kasus tersebut.
Saksi yang dihadirkan diantaranya, Muhammad Iqbal sebagai Wakil Direktur PT. Bumi Permai Barokah Muhammad Iqbal Hamdani, H. Jufri Soni sebagai Direktur PT. Bumi Permai Barokah, dan Kusnadiyah.
Muhammad Iqbal mengatakan pihaknya bekerja sama dengan terdakwa setelah mendapat mandat dari Direktur untuk kepengurusan BPHTB dan SSP.
“Setelah kami meminta bantuan terdakwa pada tahun 2017, kami sudah sempat menanyakan progresnya beberapa kali, baik di kantor terdakwa maupun di luar kantor,” ujar Iqbal di hadapan majelis hakim yang diketuai Agus Pambudi, S.H.,M.H.
Namun sayangnya upaya ini belum membuahkan hasil yang diinginkan. Terdakwa belum bisa menunjukkan bukti pembayaran pajak yang diinginkan penggugat.
Hingga akhirnya setelah sempat melayangkan somasi, diakhiri dengan laporan polisi pada tahun 2019.
Menurut Iqbal, laporan polisi itu dilakukan karena terlapor belum juga mengganti sejumlah uang yang telah diberikan oleh perusahaan.
Diketahui, perusahaan memberikan uang senilai kurang lebih 500 juta yang diberikan secara angsur sebanyak tiga kali. Pertama sebanyak 250 juta, 180 juta dan 184 jutaan.
"Beberapa kali saya menemui SA untuk menanyakan pajak yang harus dibayarkan. Karena sudah setahun lebih pajak itu tidak dibayarkan. Padahal pajak itu akan terus bertambah jika tidak dibayarkan," jelasnya.
Sementara kuasa hukum terdakwa, Achmad Shodiq menilai kasus yang menjerat terdakwa sejatinya bukan kasus pidana. Melainkan perdata.
Sebab, ucap dia, belum ada kesepakatan tertulis antara pelapor dan terlapor atas perjanjian kerjasamanya, termasuk batas waktu penyelesaian tugas yang dibebankan kepada terdakwa.
“Harusnya wanprestasi, dimana ada upaya perjanjian yang disitu tidak disebutkan masa berlakunya, tugas dan ruang lingkupnya,” tegas salah satu pendiri PPJT itu.
Padahal, sambung dia, dalam pembayaran pajak, ada beberapa proses yang harus dilakukan. Mulai dari validasi, status tanah, dan lain-lain.
"Jadi tidak serta merta jadi begitu saja,” tegasnya.
Editor : Nanang Ichwan