MOJOKERTO, iNewsSidoarjo.id - Raja Hayam Wuruk naik tahta jadi raja di Kerajaan Majapahit masih berstatus lajang alias tidak memiliki pasangan. Bagaimana tidak beberapa riwayat menyebut Hayam Wuruk naik tahta jadi raja di usia muda sekitar 16 tahun. Berbagai cara dilakukan agar sang raja muda itu segera menemukan jodoh dan menikah.
Sayembara konon dilakukan demi menyeleksi putri-putri raja di wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Namun hasilnya tidak ada yang cocok dan membuat hati Hayam Wuruk bergetar. Padahal sebagai kerajaan besar pasangan amatlah penting untuk meneruskan trah penguasa selanjutnya. Keadaan inilah yang membuat keluarga terutama sang ibunya Tribhuwana Tunggadewi mendorong Hayam Wuruk untuk mencari pasangan hidup.
Lambat laun sosok Bathara Sapthaprabhu dan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada menjadi penentu siapa sosok permaisuri yang layak mendampingi raja muda itu. Pengaruh kekuatan Bathara Sapthaprabhu dan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada, bukan sekadar berkaitan dengan kebijakan pemerintahan Hayam Wuruk, melainkan pula mengenai calon permaisurinya.
Pada proses pemilihan calon permaisuri, Bhatara Sapthaprabhu yang merupakan Dewan Penasihat Raja Majapahit, menyarankan kepada Hayam Wuruk untuk menikahi putri Sunda bernama Dyah Pithaloka Citraresmi (putri Maharaja Linggabuana Wisesa).
Sri Wintala Achmad pada "Perang Bubat 1279 Saka : Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" mengisahkan bagaimana motivasi perkawinan antara Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka tersebut, karena ingin menyambung tali persaudaraan Sunda dan Majapahit yang mulai renggang. Berkat saran dari Bhatara Sapthaprabhu, Hayam Wuruk yang sebelumnya mengetahui kecantikan wajah Dyah Pitaloka Citraresmi melalui juru gambar Sungging Prabhangkara tersebut bersedia melamarnya dari Maharaja Linggabuana Wisesa di Kerajaan Sunda pada tahun 1357.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan