SIDOARJO, iNews.id-Siapa sangka, hobi mengelola sampah rumah tangga bisa berbuah manis. Rudy Dwi Winarto, warga Desa Sawotrap, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, berhasil mengubah hobinya menjadi ladang uang yang menjanjikan.
Pria yang dulunya bekerja di perusahaan besar ini kini sukses meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah per bulan dari budidaya cacing tanah.
Perjalanan Rudy dalam dunia budidaya cacing tanah bermula pada tahun 2013. Awalnya, ia hanya ingin memanfaatkan sampah organik rumah tangga agar tidak menumpuk. Ia pun mulai mempelajari cara memelihara cacing tanah secara otodidak.
Berbagai jenis cacing seperti ANC, Tiger, dan Lumbricus pun dibudidayakannya.
“Saya mulai dengan jumlah yang sedikit, tapi lama-kelamaan semakin berkembang. Ternyata banyak yang tertarik dengan cacing tanah hasil budidaya saya, baik untuk konsumsi ikan maupun untuk bahan baku obat-obatan,” ujar Rudy. Selasa (30/7/2024).
Dengan modal yang relatif kecil, Rudy mampu membangun usaha budidaya cacing tanah yang cukup besar. Ia menggunakan karung bekas dan rak buatan sendiri sebagai media budidaya. Sementara itu, pakan cacing tanah yang digunakan pun cukup murah, seperti dedak, ampas tahu, dan jagung.
“Media untuk cacing ada beberapa pilihan yang ada di sekitar kita, bisa menggunakan limbah gergaji, eceng gondok maupun pohon pisang. Kemudian direndam dan kita tiriskan, baru kemudian kita taruh cacingnya ke media tersebut,” terang Rudy.
“Yang paling penting menjaga media cacing itu tetap lembab. Bisa dua hari sekali kita basahi dengan air, tapi tergantung dengan kondisi lingkungan,” urai Rudy.
Hasil budidaya cacing tanah Rudy sangat diminati pasar. Setiap bulan, ia mampu menjual 500 hingga 700 kilogram cacing tanah dengan harga jual mulai dari Rp60.000 hingga Rp100.000 per kilogram. Tidak hanya itu, Rudy juga telah menjalin kerjasama dengan puluhan peternak binaan untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.
“Alhamdulillah kita sudah memiliki ratusan pembudidaya cacing dengan skema kemitraan. Cacing kita yang beli, tapi kita batasi maksimal satu ton sebulan,” ungkap Rudy.
“Permintaan pasar sangat tinggi, terutama dari pabrik farmasi dan produsen pupuk organik. Saya berharap ke depannya bisa meningkatkan produksi,” pungkasnya.
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait