JENEWA, iNewsSidoarjo.id – Risiko penyebaran penyakit di Jalur Gaza meningkat akibat serangan udara zionis yang tanpa pandang bulu di wilayah itu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mengungkapkan, tanda-tandanya kini sudah mulai kelihatan.
WHO mengatakan, lebih dari 33.551 kasus diare telah dilaporkan di Gaza sejak pertengahan Oktober. Sebagian besar kasus itu terjadi pada anak balita.
“Ketika kematian dan korban luka di Gaza terus meningkat akibat meningkatnya permusuhan, kepadatan penduduk yang berlebihan dan terganggunya sistem kesehatan, air, dan sanitasi menimbulkan bahaya tambahan, yaitu penyebaran penyakit menular yang cepat,” kata WHO, dilansir dari iNews.id pada Kamis (9/11/2023).
Menurut badan PBB itu, tindakan brutal militer Israel telah mengganggu sistem kesehatan dan akses air bersih di Gaza, serta menyebabkan padatnya kerumunan warga Palestina di tempat-tempat penampungan.
“Beberapa tren yang mengkhawatirkan sudah mulai muncul,” ungkap badan PBB. Dikatakan bahwa kekurangan bahan bakar di Gaza telah menyebabkan berbagai fasilitas desalinasi (tempat pembuatan air laut menjadi air tawar) daerah kantong Palestina yang padat penduduk itu ditutup.
Hal tersebut kian meningkatkan risiko penyebaran infeksi bakteri seperti diare. Meskipun pengiriman makanan, air, dan obat-obatan ke Gaza sangat terbatas, Israel menolak memberikan bahan bakar ke sana, meski ada seruan dari PBB dan kelompok bantuan kemanusiaan.
Zionis khawatir bahan bakar yang masuk ke Gaza dialihgunakan oleh Hamas. Dikatakan bahwa jumlah anak yang terkena dampak tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan rata-rata 2.000 kasus setiap bulan pada kelompok usia tersebut sepanjang 2021 dan 2022.
Kurangnya bahan bakar juga mengganggu pengumpulan limbah padat.
“Kondisi ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangbiakan serangga, hewan pengerat yang dapat membawa dan menularkan penyakit secara cepat dan luas,” kata WHO.
Dikatakan pula bahwa hampir mustahil bagi fasilitas kesehatan untuk mempertahankan tindakan dasar pencegahan infeksi. Kondisi tersebut meningkatkan risiko infeksi yang disebabkan oleh luka, pembedahan, dan persalinan.
“Terganggunya kegiatan vaksinasi rutin, serta kurangnya obat-obatan untuk mengobati penyakit menular, semakin meningkatkan risiko percepatan penyebaran penyakit,” ujar WHO mengingatkan. iNewsSidoarjo
Editor : Yoyok Agusta Kurniawan
Artikel Terkait